Did You Know? Because metal was scarce, the Oscars given out during World War II were made of wood.

BAB I

PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang Masalah

Sudah cukup lama umat Islam Indonesia, demikian juga belahan dunia lainnya menginginkan sistem perekonomian yang berbasis nilai-nilai dan prinsip syariah (Islamic economic system) untuk dapat diterapkan dalam segenap aspek kehidupan bisnis dan transaksi umat, keinginan ini didasari oleh suatu kesadaran untuk menerapkan Islam secara kaffah. Karena selama ini Islam hanya diterapkan secara parsial yang diwujudkan dalam ritualisme ibadah, sementara itu dimarjinalkan dari dunia ekonomi seperti perbankan, asuransi, pasar modal, pembiayaan proyek dan transaksi impor, sehingga umat Islam telah mengubur Islam dalam-dalam dengan tangannya sendiri.

Akhir-akhir ini semakin luas dibahas sistem Ekonomi Syariah yang dianggap lebih adil dibanding sistem ekonomi yang berlaku sekarang khususnya sejak 1966 (Orde Baru) yang berciri kapitalistik dan bersifat makin liberal, yang setelah kebablasan kemudian meledak dalam bentuk bom waktu berupa krismon tahun 1997. Krismon yang menghancurkan sektor perbankan modern kini tidak saja telah menciutkan jumlah bank menjadi kurang dari separo, dari 240 menjadi kurang dari 100 buah, tetapi juga sangat mengurangi peran bank dalam perekonomian nasional (Mubyarto, 2003).

Prinsip profit-sharing atau bagi hasil dan resiko merupakan inti dari ajaran Sistem Ekonomi Syariah. Selain itu di dalam ekonomi syariah juga dikenal prinsip employee participation (partisipasi karyawan), yang artinya semua karyawan perusahaan ikut memiliki perusahaan dan mendapatkan keuntungan yang seimbang dari keuntungan yang didapatkan perusahaan. Sistem seperti ini membuat para karyawan merasa ikut memiliki perusahaan dan memiliki tanggung jawab yang besar kepada kelangsungan perusahaan. Melalui sistem ini lebih menjamin ketentraman dan ketenangan usaha dan tentu saja menjamin keberlanjutan suatu usaha.

Oleh karena itulah sejumlah negara maju (welfare state) merasa bahwa penerapan prinsip profit-sharing (bagi hasil) dan employee participation (partisipasi karyawan) baik untuk diterapkan. Hal ini tercermin dari pendapat Poole (1989),  bahwa:

Demokrasi ekonomi ditandai oleh adanya partisipasi pekerja dalam kepemilikan perusahaan dan distribusi hasil usaha; Demokrasi industri ditandai oleh partisipasi pekerja dalam pengambilan keputusan dan keterlibatan pekerja dalam proses pengawasan dalam perusahaan.

Dari pendapat Poole di atas dapat diketahui bahwa menurutnya sistem profit sharing dan employee participation ini merupakan bentuk dari demokratisasi ekonomi (economic democracy). Meskipun pengertian economic democracy jelas lebih luas dari industrial democracy (demokratisasi industri) namun keduanya bisa diterapkan sebagai asas atau “style” manajemen satu perusahaan yang jika dilaksanakan dengan disiplin tinggi akan menghasilkan kepuasan semua  pihak  (stakeholders) yang  terlibat  dalam  perusahaan.  Itulah    demokrasi   industrial   yang   tidak   lagi menganggap modal dan pemilik modal sebagai yang paling penting dalam perusahaan, tetapi dianggap sederajat kedudukannya dengan buruh/tenaga kerja, yang berarti memberikan koreksi atau reformasi pada kekurangan sistem kapitalisme lebih-lebih yang bersifat neoliberal.

Prinsip employee participation yaitu partisipasi buruh/karyawan dalam pengambilan keputusan perusahaan sangat erat kaitannya dengan asas profit-sharing. Adanya partisipasi buruh/karyawan dalam decision-making perusahaan berarti buruh/karyawan ikut bertanggung jawab atas diraihnya keuntungan atau terjadinya kerugian.

Keterangan: Bagi yang berminat untuk memiliki versi lengkap judul diatas dalam format Msword hubungi ke nomor:

Hp/Wa. 0812 2701 6999 atau 0817 273 509. Skripsi Rp300rb, Tesis Rp500rb. Layanan ini bersifat sebagai referensi dan bahan pembelajaran. Kami tidak mendukung plagiatisme. Jika belum jelas, jangan ragu telepon kami :)

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa sistem employee particpation sangat dekat dengan sistem perkoperasian yang dikenal di Indonesia. Hal ini dapat diketahui dari pengertian koperasi yang dikemukakan oleh Bapak Koperasi Indonesia, Drs. Muhammad Hatta, yang mengatakan bahwa Koperasi adalah Badan Usaha Bersama yang bergerak dalam bidang perekonomian, beranggotakan mereka yang umumnya berekonomi
lemah yang bergabung secara sukarela dan atas dasar persamaan hak dan kewajiban melakukan suatu usaha yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan para anggotanya (http://www.muslimsources.com).

Dari pengertian koperasi di atas dapat diketahui bahwa organisasi koperasi adalah suatu cara atau sistem hubungan kerja sama antara orang-orang yang mempunyai kepentingan yang sama dan bermaksud mencapai tujuan yang ditetapkan bersama-sama dalam suatu wadah koperasi. Sebagai organisasi, koperasi mempunyai tujuan organisasi yang merupakan kumpulan dari tujuan-tujuan individu dari anggotanya, jadi tujuan koperasi sedapat mungkin harus mengacu dan memperjuangkan pemuasan tujuan individu anggotanya, dalam operasionalnya harus sinkron.

Tujuan koperasi untuk mensejahterakan seluruh anggotanya dilakukan melalui pembukaan unit-unit usaha yang dibutuhkan anggota koperasi, misalnya Unit Simpan Pinjam, Unit Produksi, Unit Penjualan Hasil Tani, Unit Penjualan Hasil Kerajinan, Unit Penjualan Ikan hasil tangkapan anggota, serta pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU) koperasi. SHU merupakan pembagian keuntungan hasil usaha koperasi kepada anggotanya sesuai dengan partisipasi dan perannya dalam memajukan usaha koperasi.

Dilihat dari sistem usaha koperasi yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan anggotanya, maka hal itu sangat cocok dengan sistem ekonomi syariah. Ekonomi syariah yang menggunakan prinsip bagi hasil (profit sharing) tidak memberatkan bagi siapapun yang terlibat dalam usaha yang berbasiskan ekonomi syariah tersebut. Sebagai contoh, jika diterapkan pada usaha simpan pinjam koperasi, maka jika didasarkan prinsip ekonomi syariah, anggota koperasi yang meminjam dana tersebut tidak akan dirisaukan oleh pembayaran bunga yang harus ditanggungnya, sementara usaha yang dibiayai dari pinjaman tersebut belum menghasilkan keuntungan apapun. Baru setelah usaha anggota peminjam tersebut berhasil, maka ia membagi keuntungan yang diperolehnya dengan koperasi yang berbasis ekonomi syariah tersebut. Sebaliknya jika usaha tersebut mengalami kerugian, maka kerugian itu ditanggung bersama antara anggota peminjam dengan koperasi syariah karena prinsip koperasi syariah adalah profit sharing, artinya tidak hanya keuntungan yang dibagi rata, tetapi juga kerugian anggota. Dalam hal ini kerugian maksimal koperasi syariah adalah sebesar pinjaman anggota, sedangkan keuntungannya bisa lebih besar daripada menggunakan sistem bunga karena keuntungan anggota juga dibagi rata, artinya semakin besar keuntungan anggota maka semakin besar pula keuntungan yang diperoleh koperasi.

Melalui cara seperti ini anggota koperasi syariah lebih diuntungkan daripada sistem koperasi biasa. Demikian juga sistem koperasi syariah akan lebih diuntungkan daripada sistem koperasi biasa karena prinsip profit sharing memungkinkan koperasi mendapat keuntungan lebih besar. Di lain pihak bagi anggota lainnya, sistem koperasi syariah ini juga menguntungkan, karena sesuai dengan prinsip usaha koperasi, maka mereka akan menerima pembagian keuntungan koperasi yang berupa SHU.

Sistem bagi hasil yang ditetapkan dalam koperasi syariah sejalan dengan ketentuan agama Islam yang melarang diberlakukannya sistem bunga sebagaimana ditentukan dalam Al-Qur’an Q.S Al-Baqarah 275: “Orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran tekanan penyakit gila”. Dengan demikian melalui prinsip bagi hasil ini, tidak hanya keuntungan kepada semua pihak yang didapat, tetapi juga menegakkan agama.

Jika dikaitkan dengan penilaian terhadap kesehatan keuangan usaha, maka sejalan dengan tujuan koperasi untuk mensejahterakan anggotanya, koperasi juga harus mempunyai tingkat kesehatan keuangan yang baik. Hal ini dikarenakan semakin baik tingkat kesehatan keuangan koperasi maka akan semakin baik pula pencapaian tujuan koperasi untuk mensejahterakan anggotanya. Dalam hal ini baik pada koperasi syariah maupun koperasi biasa (non syariah) berlaku ketentuan yang sama, yaitu bahwa tingkat kesehatan keuangan koperasi harus baik. Hal ini juga telah disadari oleh Departemen Koperasi. Oleh karena itu Departemen Koperasi memberi petunjuk teknis mengenai cara penilaian kesehatan keuangan koperasi melalui Keputusan Menteri Koperasi Pengusaha Kecil dan Menengah, No. 194/Kep/M/IX/1998 tanggal 25 September 1998 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penilaian Kesehatan Koperasi Simpan Pinjam dan Usaha Simpan Pinjam (Anonimus, 1997).

Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan perbandingan tingkat kesehatan keuangan koperasi syariah dan non syariah, khususnya kesehatan keuangan KSUS (Koperasi Serba Usaha Syariah) BMT Insan Mandiri (koperasi syariah) dan KSU (Koperasi Serba Usaha) Mitra Tani (koperasi non syariah). Hasil penelitian disajikan dalam tulisan ilmiah berjudul: “Analisis Komparasi Tingkat Kesehatan Koperasi Syariah pada Baitul Maal wa Tamwil Insan Mandiri dan Koperasi Serba Usaha Mitra Tani”.

B.   Rumusan Masalah

Kesehatan finansial suatu koperasi merupakan salah satu wujud dari kinerja keseluruhan koperasi yang harus disikapi serius oleh koperasi tersebut. Untuk koperasi simpan pinjam uang, kesehatan finansial akan mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat bahwa koperasi juga dapat dipercaya sebagai lembaga yang berfungsi sebagai perantara keuangan (finance intermediary) antara anggota peminjam dan anggota penyimpan. Dari uraian tersebut, maka dapat diambil suatu rumusan masalah:

  1. Bagaimana perkembangan tingkat kesehatan finansial pada KSUS BMT Insan Mandiri dan KSU Mitra Tani, dilihat dari rasio permodalan, kualitas aktiva produktif, analisis likuiditas, analisis efisiensi dan analisis rentabilitas.
  2. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi tingkat kesehatan KSUS BMT Insan Mandiri dan KSU Mitra Tani.

C.  Batasan Masalah

Agar dalam pembahasan tidak mengalami perluasan  pembahasan atau bias maka diberikan batasan masalah. Adapun batasan masalahnya adalah: Dalam penelitian tingkat kesehatan dilakukan hanya pada KSUS BMT Insan Mandiri dan KSU Mitra Tani yang berada di Kabupaten Sleman Yogyakarta.

    Baca selengkapnya »

===================================================
Ingin memiliki Skripsi/Tesis versi lengkapnya? Hubungi Kami.
===================================================

Judul terkait:

Keyword:

tingkat kesehatan koperasi (30), koperasi syariah simpan pinjam (25), kesehatan koperasi (21), penilaian kesehatan koperasi (18), koperasi simpan pinjam syariah (14), rasio keuangan koperasi (14), PENGERTIAN KOMPARASI (12), manajemen keuangan koperasi (11)

Layanan Referensi & Konsultan Skripsi Tesis & Disertasi   No.HP/WA.0812 2701 6999  / 0817 273 509