Did You Know? The Ford Motor Company hit 1000000 cars in 1922.

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara Republik Indonesia adalah Negara Hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945. Bangsa Indonesia telah melaksanakan pembangunan yang pesat dalam kehidupan nasional yang perlu dilanjutkan dengan dukungan dan seluruh potensi masyarakat. Agar proses pembangunan selanjutnya berjalan lancar perlu adanya hubungan yang selaras serasi dan seimbang antara Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara secara dinamis dan proposional dalam rangka pelaksanaan pembangunan yang bertanggung jawab.

Pembangunan yang dilaksanakan di Indonesia dilakukan di segala bidang, yaitu di bidang ekonomi, sosial budaya dan hukum. Bidang-bidang tersebut mempunyai tujuan yang sama dengan yang terdapat pada pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat, yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan untuk mensejahterakan rakyat Indonesia secara adil dan makmur.

Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik materil maupun spiritual.[1] Untuk merealisasikan tujuan tersebut perlu banyak memperhatikan masalah pembiayaan pembangunan. Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa yaitu dengan menggali sumber dana yang berasal dari dalam negeri berupa pajak. Pajak digunakan untuk membiayai pembangunan yang berguna bagi kepentingan bersama.

Pembangunan Nasional Indonesia pada dasarnya dilakukan oleh masyarakat bersama-sama pemerintah. Oleh karena itu peran masyarakat dalam pembiayaan pembangunan harus terus ditumbuhkan dengan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang kewajibannya membayar pajak.

Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara yang digunakan untuk melaksanakan pembangunan bagi seluruh rakyat Indonesia. Pajak dipungut dari warga negara Indonesia dan menjadi salah satu kewajiban yang dapat dipaksakan penagihannya. Dengan demikian pemungutan pajak berdasarkan undang – undang mengandung pengertian bahwa terhadap mereka yang ternyata mengabaikan atau melanggar ketentuan pembayaran pajak akan dikenakan sanksi penagihan secara paksa dalam bentuk penyitaan, penyegelan ataupun penahanan.[2]

Pajak yang dipungut oleh pemerintah digunakan untuk menjaga kelangsungan hidup negara dan sumber pembiayaan belanja-belanja yang dikeluarkan oleh pemerintah guna menjalankan roda pemerintahan. Oleh sebab itu, pemerintah dengan berbagai cara melakukan sosialisasi agar masyarakat menyadari bahwa pajak itu untuk kepentingan bersama. Terlepas dari sudut pandang masyarakat bahwa pajak itu adalah suatu yang memberatkan maka pemerintah tetap melakukan pemungutan pajak melalui alat perlengkapan negara dengan memberikan beberapa kemudahan serta selalu mengadakan pembaharuan di bidang perpajakan sesuai dengan perkembangan dan perubahan masyarakat.

Dalam rangka meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak, dapat dilakukan ekstensifikasi. Di samping itu perlu dilakukan serta dapat juga dengan meningkatkan kesadaran masyarakat (Wajib Pajak). Dalam memenuhi kewajibannya membayar pajak sebagai bentuk ikut berpartisipasi dalam pembangunan. Mengoptimalkan dan mengefektifkan penerimaan dari sektor pajak ini tergantung pada kedua belah pihak, yaitu pemerintah sebagai aparat perpajakan (fiskus) dan masyarakat sebagai wajib pajak atau yang dikenai pajak.

Undang–undang yang dimaksud pada Pasal 23ª Amandemen ke-4 Undang-Undang 1945 tersebut sudah terealisasi sejak diadakannya Tax Reform yaitu pembaharuan di bidang perpajakan yang mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 1984[3]. Sejak diberlakukannya Tax Reform ini, pemerintah beranggapan bahwa peratuan perpajakan hingga tanggal 1 Januari 1984 yang masih berlaku di Indonesia sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman, tidak sesuai dengan struktur dan organisasi pemerintahan dan tidak sesuai dengan perkembangan ekonomi yang berlaku dan berkembang di Indonesia. Untuk itu perlu diadakan pembaharuan peraturan perpajakan dengan jalan merevisi peraturan–peraturan yang telah ada dengan membentuk peraturan–peraturan perpajakan yang baru.

Menurut Adam Smith, dalam Undang–Undang Pajak harus ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, yaitu :[4]

  1. Equality dan Equity
  2. Certainly
  3. Convenience of Payment
  4. Economic of Collection

Equality mengandung pengertian bahwa pada keadaan yang sama seseorang harus dibebani pajak yang sama pula. Persamaan ini bukan pada tingkat pendapatnya tetapi pada tingkat kemampuan membayarnya atau daya pikul.

Untuk menetapkan daya pikul wajib pajak harus dilihat dari beberapa jumlah tanggungannya dan bagaimana susunan keluarganya. Dalam menghitung berapa besarnya pajak yang harus dibayar wajib pajak, Indonesia menganut Self Assesment System, terutama untuk pajak langsung seperti pajak penghasilan.

Dalam Self Assesment System tersebut, wajib pajak diberi kepercayaan untuk menghitung, memperhitungkan, menetapkan, membayar dan melaporkan pajaknya sendiri. Hal ini tentu saja memberikan kemudahan bagi wajib pajak dalam mengurus masalah pajak. Landasan hukumnya diatur di dalam Pasal 12 Undang–undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.[5]

Keterangan: Bagi yang berminat untuk memiliki versi lengkap judul diatas dalam format Msword hubungi ke nomor:

Hp/Wa. 0812 2701 6999 atau 0817 273 509. Skripsi Rp300rb, Tesis Rp500rb. Layanan ini bersifat sebagai referensi dan bahan pembelajaran. Kami tidak mendukung plagiatisme. Jika belum jelas, jangan ragu telepon kami :)

Dalam pelaksanaan pemungutan pajak, Pasal 23A Amandemen Ke-4 Undang-Undang 1945 sebagai dasar hukum pemungutan pajak mengatur bahwa pajak dipungut oleh pemerintah berdasarkan undang–undang. Pasal 23A Amandemen Ke-4 Undang-Undang 1945 ini bertujuan menjamin kepastian hukum bagi pemerintah maupun masyarakat. Seperti yang telah disebutkan di atas, dalam rangka peningkatan penerimaan pajak, pemerintah dalam hal ini aparat perpajakan harus melakukan kegiatan-kegiatan pelayanan.

Kegiatan pelayanan yang diberikan oleh Kantor Pelayanan Pajak akan mempengaruhi kepuasan para pembayar pajak (fiskus), yang pada akhirnya akan membuat mereka menjadi pembayar pajak yang baik. Dalam hal ini ada lima dimensi kualitas pelayanan yang mempengaruhi ketaatan fiskus dalam membayar pajak. Dimensi-dimensi itu adalah sebagai berikut (dalam Tjiptono):[6]

Tangible, memperlihatkan fasilitas fisik, peralatan, dan karyawan.

Reliability, kemampuan untuk memberikan pelayanan-pelayanan yang dijanjikan dengan tepat dan dapat diandalkan.

Responsiveness, kesediaan untuk membantu para pembayar pajak dan memberikan pelayanan yang cepat.

Assurance, pengetahuan dan sopan-santun para karyawan dan kemampuan mereka untuk membangkitkan kepercayaan dan rasa percaya pelanggan.

Empathy, rasa peduli, perhatian secara pribadi yang diberikan kepada pelanggan.

Pada dasarnya orang tidak suka untuk membayar pajak karena merupakan pengeluaran. Akan tetapi apabila kelima dimensi kualitas pelayanan di atas dapat dipenuhi dengan baik, maka akan meningkatkan kesadaran fiskus untuk membayar pajak. Hal ini dikarenakan fiskus merasa puas atas kulaitas pelayanan yang diberikan.

B. Rumusan Masalah

Berdasar latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

Bagaimana pengaruh dimensi tangibles, reliability, responsiveness, assurance, dan empathy secara simultan dan parsial terhadap kepuasan fiskus?

Dimensi kualitas layanan manakah yang paling berpengaruh terhadap kepuasan fiskus?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

Untuk mengetahui pengaruh dimensi tangibles, reliability, responsiveness, assurance, dan empathy secara simultan dan parsial terhadap kepuasan fiskus.

Untuk mengetahui dimensi kualitas layanan yang paling berpengaruh terhadap kepuasan fiskus.

D. Manfaat Penelitian

Bagi Kantor Pelayanan Pajak Bogor

1. Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi tentang pentingnya kualitas layanan terhadap ketaatan fiskus untuk membayar pajak.

2. Bagi Universitas…………………..

Hasil penelitian ini dapat menambah referensi bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya mengenai penerapan kualitas pelayanan pada Kantor Pajak.

3. Bagi Peneliti

Penelitian ini dapat digunakan untuk menerapkan ilmu yang diperoleh di bangku kuliah di lapangan.

4. Bagi Peneliti Lain

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan perbandingan dalam penelitian mengenai aspek-aspek sejenis.


[1] Waluyo dan Wirawan B. Ilyas, Perpajakan Indonesia, Salemba Empat. Jakarta, 2001, hal. 2.

[2] Saadudin Ibrahim dan Pranoto K, Pajak Pertambahan Nilai, Jaya Prasada, Jakarta, 1984, hal. 3.

[3] Rochmat Soemitro, Asas dan Dasar Perpajakan, Ere sco, Bandung, 1986, hal. 23.

[4] Ibid, hal. 15.

[5] H. Moeljo Hadi, Dasar – Dasar Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa Oleh Juru Sita Pajak Pusat dab Daerah, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001, hal. 11.

[6] Zeithmal dalam Fandy Tjiptono, Manajemen Pemasaran Jasa, Yogyakarta, Andi Offset, 2001, hal. 165.

    Baca selengkapnya »

===================================================
Ingin memiliki Skripsi/Tesis versi lengkapnya? Hubungi Kami.
===================================================

Judul terkait:

Keyword:

makalah tentang pajak (55), penelitian pajak (32), latar belakang pajak (24), makalah pelayanan pajak (22), pengaruh pajak (21), analisis pajak (18), pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepuasan wajib pajak (17), makalah masalah pajak (15), kualitas pelayanan pajak (14), penelitian tentang pajak (11)

Layanan Referensi & Konsultan Skripsi Tesis & Disertasi   No.HP/WA.0812 2701 6999  / 0817 273 509