ANALISIS POTENSI PENERIMAAN PAJAK HOTEL KABUPATEN SAROLANGUN
May 7th, 2014 by admin
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada hakikatnya pembangunan adalah kemajuan dan perbaikan yang terus menerus menuju tercapainya tujuan yang diinginkan. Secara umum tujuan yang ingin dicapai dalam pembangunan adalah peningkatan kesejahteraan masyarakat yang lebih merata dan adil. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka segenap potensi dan sumber daya pembangunan yang ada harus dialokasikan secara efektif dan efisien, demi meningkatkan produksi secara keseluruhan.
Untuk tercapainya peningkatan kesejahteraan masyarakat secara lebih merata dan adil, dibutuhkan dana yang tidak sedikit. Salah satu sumber dana yang diandalkan untuk membiayai pembangunan adalah pajak. Namun lima tahun krisis ekonomi yang melanda Indonesia telah menimbulkan berbagai dampak negatif terhadap kinerja perekonomian nasional maupun daerah. Secara langsung, hal ini berpengaruh pada kondisi keuangan negara dan daerah. Dari sudut pandang keuangan, krisis multidimensial ini menimbulkan penurunan kemampuan membayar (ability to pay) para wajib pajak. Akibatnya, terjadi penurunan penerimaan pajak. Selain pengaruh krisis, kualitas sumber daya manusia (SDM) dan batasan legal formal seringkali menjadi penghambat kemampuan daerah dalam menggali dan mengembangkan potensi pendapatan yang dimiliki. Permasalahan yang berkaitan dengan kualitas sumber daya manusia (SDM) adalah kemampuan manajerial dalam mengelola pajak. Hal ini akan berdampak pada ketidakoptimalan pengelolaan pajak. Pajak yang berhasil ditarik tidak didasarkan atas potensi riil, melainkan didasarkan atas target yang umumnya jauh di bawah potensi riil yang dimiliki. Di samping itu, rendahnya tingkat pengawasan menyebabkan tingginya tingkat kebocoran pajak.
Sebelum diberlakukannya kebijakan otonomi daerah tahun 1999, pemerintah daerah baik tingkat propinsi maupun kabupaten/kota lebih banyak tergantung pada pemerintah pusat. Dalam hal ini, andil subsidi dari pemerintah pusat dalam struktur penerimaan pemerintah daerah sangat tinggi, jauh melebihi Penerimaan Asli Daerah (PAD). Pemberlakuan otonomi daerah sejak Januari 2001 telah menempatkan kabupaten dan kota sebagai titik berat otonomi. Tujuan diadakannya daerah otonom agar daerah yang bersangkutan dapat berkembang sesuai dengan kemampuannya sendiri dan tidak bergantung kepada pemerintah pusat. Karena alasan tersebut maka daerah otonom harus mempunyai kemampuan sendiri untuk mengurus dan mengatur rumah tangganya sendiri melalui sumber-sumber pendapatan yang dimiliki. Hal ini meliputi semua kekayaan yang dikuasai oleh daerah dengan batas-batas kewenangan yang ada dan selanjutnya digunakan untuk membiayai semua kebutuhan dalam rangka penyelenggaraan urusan rumah tangganya sendiri. Jadi agar daerah dapat menjalankan kewajibannya dengan sebaik-baiknya perlu ada sumber pendapatan daerah, sesuai dengan apa yang dikatakan Sudantoko yaitu: “Semakin besar keuangan daerah, semakin besar pulalah kemampuan daerah untuk menyelenggarakan usaha-usahanya dalam bidang keamanan, ketertiban umum, sosial, kebudayaan dan kesejahteraan pada umumnya bagi wilayah dan penduduknya, atau dengan kata lain semakin besarlah kemampuan daerah untuk memberikan pelayanan umum kepada masyarakat (Sudantoko, 2003).
Kenyataan ini memberi harapan yang lebih baik bagi daerah untuk dapat mengembangkan diri. Daerah tidak terlalu menggantungkan diri pada Dana Alokasi Umum (DAU) dan bagi hasil lainnya yang jumlahnya sangat terbatas bagi beberapa daerah. Dalam era otonomi daerah, Pemerintah Daerah memiliki kewenangan untuk menggali sumber-sumber keuangan sendiri berdasarkan perundang-undangan yang berlaku. Di sisi lain, Pemerintah Daerah dituntut untuk mampu mengelola sumber-sumber pendapatan secara efisien dan efektif. Dalam kaitan ini, kemampuan manajerial mulai dari perencanaan, pengimplementasian hingga pengawasan pajak menjadi faktor yang krusial dalam mendukung upaya peningkatan kemampuan daerah.
Otonomi daerah juga memberi harapan bagi masyarakat untuk dapat menikmati pelayanan publik yang lebih baik dan terciptanya iklim demokrasi di daerah. Otonomi daerah juga memunculkan harapan baru bagi masyarakat untuk memperoleh kebijakan-kebijakan daerah yang lebih mementingkan nasib mereka daripada hanya sekedar mengakomodasikan keinginan pemerintah pusat sebagaimana yang telah terjadi di masa yang lalu. Jadi dengan kata lain di era otonomi daerah tugas dan kewajiban Pemerintah Daerah adalah menggunakan segala sumber daya yang ada untuk meningkatkan kesejahteraan penduduknya dengan menyediakan barang dan jasa yang bersifat lebih terbatas pada penduduk di suatu wilayah tertentu.
Adapun pengertian otonomi daerah yang tercantum dalam Pasal 1 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, yaitu hak dan wewenang Daerah otonom untuk mengurus sendiri pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Lebih lanjut disebutkan bahwa pelaksanaan otonomi daerah titik beratnya adalah Pemerintah Daerah Kabupaten/Daerah.
Sistem otonomi yang dipergunakan di Indonesia adalah otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab. Sebelum berlakunya UU No. 22 Th. 1999, otonomi yang dimiliki pemerintah daerah hanyalah otonomi nyata dan bertanggung jawab saja, tetapi dengan berlakunya UU No. 22 Th. 1999 menjadi otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab.
Kewenangan otonomi luas adalah:
Keleluasaan Daerah untuk menyelengarakan kewenangan yang mencakup semua bidang pemerintahan, kecuali kewenangan bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama serta kewenangan lainnya. Di samping itu keleluasaan otonomi mencakup pula kewenangan yang bulat dan utuh dalam penyelenggaraannya mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan evaluasi (Malarangeng, 2001).
Pemberian otonomi luas kepada daerah ditujukan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Selain itu melalui otonomi luas diharapkan daerah mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip-prinsip pemerintahan daerah, keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam sistem Negara kesatuan Republik Indonesia. Di lain pihak yang dimaksud dengan otonomi nyata adalah:
Keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan kewenangan pemerintahan dibidang tertentu yang secara nyata diperlukan, serta tumbuh, hidup dan berkembang di daerah (Abe, 2001).
Adapun yang dimaksud dengan otonomi yang bertanggung jawab berupa:
Perwujudan pertanggungjawaban sebagai konsekuensi pemberian hak dan kewajiban kepada daerah dalam mewujudkan tugas dan kewajiban yang harus dipikul oleh daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi, berupa peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, mengembangkan kehidupan demokrasi, keadilan, dan pemerataan, serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (Abe, 2001).
Keterangan: Bagi yang berminat untuk memiliki versi lengkap judul diatas dalam format Msword hubungi ke nomor: Hp/Wa. 0812 2701 6999 atau 0817 273 509. Skripsi Rp300rb, Tesis Rp500rb. Layanan ini bersifat sebagai referensi dan bahan pembelajaran. Kami tidak mendukung plagiatisme. Jika belum jelas, jangan ragu telepon kami :) |
Di era otonomi daerah, Pemerintah Daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya dengan lebih memperhatikan aspek-aspek hubungan antara Pemerintah Daerah, potensi dan keanekaragaman Pemerintah Daerah, peluang dan tantangan serta persaingan global dengan memberikan kewenangan yang seluas-luasnya kepada Daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Menurut Syamsi (1994) ada beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan penyelenggaraan otonomi daerah, yaitu kemampuan struktural organisasi, kemampuan aparatur daerah, kemampuan mendorong partisipasi masyarakat dan kemampuan keuangan daerah. Diantara faktor-faktor tersebut, faktor keuangan merupakan faktor esensial untuk mengukur tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonominya. Dikatakan demikian, karena pelaksanaan otonomi daerah yang nyata dan bertanggungjawab harus didukung dengan tersedianya dana guna pembiayaan pembangunan. Daerah otonom diharapkan mempunyai pendapatan sendiri untuk membiayai penyelenggaraan urusan rumah tangganya. Hal ini sejalan dengan pendapat Pamudji (dalam Syamsi, 1994) yang menyatakan bahwa pemerintahan daerah tak dapat melaksanakan fungsinya dengan efektif dan efisien tanpa biaya yang cukup untuk memberikan pelayanan dan pembangunan.
Dari uraian di atas diketahui bahwa kedudukan faktor keuangan dalam penyelenggaraan suatu pemerintahan sangat tinggi. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah mempunyai dampak yang memberikan peluang sekaligus tantangan kepada Daerah Kabupaten/Kota untuk menggali segala potensi Daerah sehingga mampu menyediakan dana yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) ataupun dari pendapatan lainnya. Dengan kata lain, pelaksanaan otonomi daerah akan berjalan dengan baik apabila didukung dengan Sumber Daya Manusia (SDM), Sumber Daya Alam (SDA) maupun sumber dana.
Dalam meningkatkan pertumbuhan pembangunan daerah harus diimbangi dengan upaya meningkatkan penerimaan-penerimaan Daerah dan kemampuan Daerah dalam mengelola sumber-sumber keuangan tersebut. Hal ini akan menentukan kemampuan dan kemandirian suatu Daerah dalam menunjang keberhasilan Pembangunan Daerah itu sendiri.
Sumber-sumber keuangan yang dapat digali sebagai penerimaan daerah tidak terlepas dari potensi dan modal dasar yang dapat dikelola dan dimanfaatkan yang mencerminkan seberapa besar penerimaan yang diperoleh. Pengembangan dan pengelolaan secara efektif dan efisien terhadap seluruh potensi dan modal dasar yang ada di suatu daerah, memungkinkan terjadinya peningkatan penerimaan daerah.
Salah satu sumber pembiayaan pembangunan yang harus ditingkatkan untuk membiayai pembangunan di Daerah adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pendapatan Aslia Daerah merupakan sumber penerimaan daerah yang digali dari dalam wilayah/kota yang terdiri dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan hasil-hasil PAD yang sah. Pendapatan Asli Daerah yang mempunyai peranan penting dalam keuangan Daerah merupakan salah satu tolak ukur dalam pelaksanaan otonomi daerah yang nyata, dinamis dan bertanggung jawab.
Salah satu sumber PAD adalah pajak daerah. Pajak daerah merupakan salah satu PAD yang terbesar dan juga yang terpenting dalam membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah. Sebagai komponen pembentukan PAD yang sangat penting, maka keberadaan pajak daerah yang harus di kelolah secara optimal.
Di Kabupaten Sarolangun, salah satu sumber pajak daerah adalah pajak hotel. Sepanjang tahun 2010 terdapat 2.500 orang pengunjung hotel dari 8 buah hotel/penginapan. Akan tetapi, selama ini pajak hotel belum berfungsi secara optimal. Pada tahun 2010, realisasi penerimaan pajak hotel sebesar 216,23% dengan penerimaan sebesar Rp 43.245.000,- (empat puluh tiga juta dua ratus empat puluh lima ribu rupiah). Realisasi penerimaan yang cukup signifikan pada tahun 2010, disebabkan karena penetapan target yang terlalu kecil yaitu sebesar 20.000.000.
Dengan melihat penetapan target pajak hotel yang tidak sebanding dengan jumlah pengunjung hotel, terlihat bahwa potensi pajak hotel di kabupaten Sarolangun belum digali secara optimal oleh Pemerintah Daerah. Hal ini seharusnya membuat Pemerintah Daerah, khususnya DPPKAD yang menangani pajak hotel, harus membenahi diri. Satu hal yang harus dilihat dan dipertanyakan, apakah penetapan target pajak hotel selama ini sudah sesuai dengan potensi pajak hotel yang ada di Kabupaten Sarolangun. Hal ini perlu diteliti karena pajak hotel merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang potensial sehingga harus digali secara optimal agar dapat memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap peningkatan pendapatan pajak daerah. Dari survei awal yang dilakukan, diketahui bahwa pajak hotel belum memberikan kontribusi yang besar terhadap penerimaan pajak daerah di Kabupaten Sarolangun.
Dari uraian di atas penulis tertarik untuk mengetahui lebih jelas mengenai potensi pajak hotel di Kabupaten Sarolangun. Untuk itu dilakukan penelitian dan dituliskan hasilnya dalam skripsi berjudul ANALISIS POTENSI PENERIMAAN PAJAK HOTEL KABUPATEN SAROLANGUN.
1.2 Perumusan Masalah
Dalam rangka mendukung dan menyelenggarakan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab maka dibutuhkan sumber dana pembangunan yang besar. Dana-dana untuk menyelenggarakan pembangunan tersebut adalah salah satunya berasal dari pendapatan pajak hotel. Sejalan dengan hal tersebut pajak hotel merupakan salah satu sumber pendapatan asli daerah (PAD) dalam menunjang otonomi daerah. Peningkatan penerimaan pajak hotel akan bisa memberikan kontribusi yang besar pada peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Akan tetapi realisasi dari pendapatan pajak hotel selama ini di Kabupaten Sarolangun masih kecil karena penetapan target yang kecil.
Berdasarkan permasalahan di atas, pokok permasalahan yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah:
- Seberapa besar potensi Pajak Hotel Kabupaten Sarolangun periode 2006-2010?
- Seberapa besar selisih potensi Pajak Hotel dari yang ditetapkan pemerintah dengan realisasi di lapangan?
- Seberapa besar efisiensi pemungutan Pajak Hotel Kabupaten Sarolangun periode 2006-2010?
- Baca selengkapnya »
===================================================
Ingin memiliki Skripsi/Tesis versi lengkapnya? Hubungi Kami.
===================================================