Did You Know? Traffic lights were used before the advent of the motorcar.

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perbaikan ekonomi pada sebagian masyarakat menyebabkan berubahnya pola makan menuju tingginya konsumsi lemak dan protein hewani yang diikuti dengan rendahnya konsumsi serat serta makan yang berlebihan. Asupan makanan yang melebihi kebutuhan akan menimbulkan kegemukan atau obesitas yang merupakan salah satu faktor resiko dari berbagai penyakit degeneratif. Gizi lebih dan obesitas sebagai salah satu akibat dari kurangnya pengontrolan terhadap kebiasaan makan dapat berakibat serius bagi kesehatan (Gunanti & Retno, 2008).

Kelebihan  berat  badan  sebagai  suatu  masalah  global,  karena pada saat ini telah terjadi peningkatan prevalensi obesitas di seluruh dunia sebagai konsekuensi negatif dari meningkatnya perkembangan ekonomi di negara-negara Asia-Pasifik. WHO memperkirakan sekitar 1 milyar individu mengalami kelebihan berat badan (overweight) dan sekitar 300 juta individu didefinisikan sebagai obese (Yani &  Wijaya, 2007).

Studi  yang  dilakukan  Indonesia  Family  Life  Survey  3 pada 20.593 individu di tahun 2000, disebutkan bahwa prevalensi obesitas di Indonesia pada pria adalah 1,3% dan pada wanita adalah 4,5%. Hasil riset terbaru dari Himpunan Studi Obesitas Indonesia (HISOBI) yang melibatkan lebih dari 6000 orang membuktikan bahwa prevalensi obesitas  di  Indonesia semakin  meningkat.  Angka  kejadian  obesitas pada pria melonjak hingga mencapai 9,16% dan wanita 11,02%. Dibandingkan dengan data tahun 1988, angka kejadian obesitas pada pria masih 2,5% dan wanita 5,9%. Oleh karena itu obesitas menjadi masalah epidemik yang global,tidak hanya di Indonesia saja namun terjadi di seluruh dunia (Yani & Wijaya, 2007).

Epidemi obesitas diyakini timbul akibat kebiasaan buruk mengkonsumsi diet tinggi lemak dan karbohidrat, yang pada akhirnya memicu penambahan berat badan. Kejadian obesitas juga dapat disebabkan  karena  adanya ketidakseimbangan  energi  untuk  waktu yang  lama,dimana  asupan  energi lebih  besar  dibandingkan  energi yang dikeluarkan ( Erwin & Kurniasih, 2003).

Obesitas memang sering dikaitkan dengan penyakit jantung. Dari kasus-kasus penyakit jantung di dunia, sekitar 21% terkait dengan masalah obesitas.  Di  dalam pembuluh darah,   lemak  berbentuk trigliserida yang bisa berasal dari beragam makanan, termasuk yang mengandung   karbohidrat.  Jika  kalori  dalam tubuh   tidak    segera digunakan, trigliserida akan bertumpuk di sel-sel lemak, tak terkecuali di jantung ( Erwin & Kurniasih, 2003).

The American Heart Association menguraikan, bahwa obesitas merupakan faktor resiko utama penyakit kardiovaskuler. Obesitas dan kelebihan berat badan mengakibatkan resiko kesehatan yang signifikan dan secara langsung berkaitan dengan faktor resiko kardiovaskuler dan juga meningkatkan kadar trigliserida, menurunkan kolesterol HDL (High Density Lipoprotein), meningkatkan kolesterol LDL (Low Density Lipoprotein), meningkatkan tekanan darah dan meningkatkan resiko terkena diabetes (Wetherill & Karelakes, 1991).

Makanan berlemak jelas-jelas mengandung kolesterol. Dalam takaran normal, kolesterol berfungsi membentuk dinding sel, hormon dan jaringan. Tetapi jika kolesterol dan trigliserida terlalu banyak, pembuluh darah akan tersumbat sehingga mengakibatkan serangan jantung dan stroke (Erwin & Kurniasih, 2003).

Trigliserida merupakan salah satu jenis lemak yang diangkut dalam darah dan disimpan pada jaringan lemak tubuh. Trigliserida ini merupakan asam lemak yang ditemukan di aliran darah dengan kadar normal  biasanya  tidak melebihi  150  mg/dl.Tetapi  pada  keadaan tertentu seperti diabetes melitus, hiperlipidemia, kegemukan dan penyakit bawaan lain, kadar trigliserida yang meningkat dapat lebih dari 200 mg/dl, yang disebut hipertrigliseridemia. Hipertrigliseridemia ini dapat mencapai 500 mg/dl, 1000 mg/dl, bahkan kadang-kadang mencapai 2000 mg/dl (Anonim,1985).

Pada proses metabolisme lipid, kompleks asam lemak yang larut air diserap ke dalam sel–sel mukosa usus menjadi trigliserida. Trigliserida  ini  diserap  ke dalam lakteal  (pembuluh  limfe)  sebagai partikel yang disebut kilomikron dan memasuki sirkulasi umum melalui duktus torasikus sebagai salah satu lipoprotein utama dalam darah (Baron,1994; Pudjiadi, 1999; Marks dkk., 2006).

Di dalam plasma, kilomikron yang tidak diabsorbir dipertahankan sebagai partikel tepisah. Ia cepat disimpan di jaringan adiposa, sisanya di hati dan otot. Lipoprotein lipase yang berfungsi di atas permukaan endotel kapiler bertanggungjawab dalam pengambilan kilomikron ke jaringan ekstrahepatik yang disertai hidrolisa trigliserida dan diresintesa ke dalam sel-sel (Baron, 1994).

Keterangan: Bagi yang berminat untuk memiliki versi lengkap judul diatas dalam format Msword hubungi ke nomor:

HP. 0819 0405 1059/ 0812 2701 6999 atau Telp.0274-9553376. Skripsi Rp300rb, Tesis Rp500rb. Layanan ini bersifat sebagai referensi dan bahan pembelajaran. Kami tidak mendukung plagiatisme. Jika belum jelas, jangan ragu telepon kami :)

Kelebihan lemak umumnya akan disimpan di jaringan adiposa di bawah kulit atau di rongga perut. Setiap jumlah lemak dan karbohidrat makanan yang tidak langsung digunakan akan disimpan di jaringan adiposa dalam bentuk trigliserida. Bila kemudian diperlukan, trigliserida akan dihidrolisis menjadi asam lemak bebas dan gliserol, yang akan mengalami oksidasi dalam proses pembentukan energi (Baraas, 1993 ; Baron, 1994).

Jaringan adiposa memiliki kapasitas menyimpan lemak yang hampir tidak terbatas, dan hanya dibatasi oleh kemampuan jantung memompa darah sampai ke kapiler jaringan. Walaupun kita menyimpan lemak di seluruh tubuh, lemak cenderung menumpuk di tempat yang tidak banyak mengganggu mobilitas kita, yaitu di perut, paha, panggul maupun pantat. Jaringan adiposa membentuk sekitar 15 % badan orang sehat. Semakin banyak lemak yang tersimpan, berat badan juga akan semakin meningkat (Marks dkk., 2006 ; Baron, 1994).

Body Mass Index (BMI) atau Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan cara sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa. IMT adalah sebuah ukuran “berat terhadap tinggi” badan yang umum digunakan untuk menggolongkan orang dewasa ke dalam kategori kekurangan berat badan, kelebihan berat badan dan kegemukan (obesitas). Cara menghitung IMT sangat mudah, yaitu dengan membagi berat badan dalam kilogram dengan kuadrat dari tinggi badan dalam meter. Kemudian hasil tersebut dibandingkan dengan klasifikasi: berat badan di bawah normal (nilai IMT < 17), normal ( nilai IMT 18,5-25), dan gemuk (nilai IMT > 25) (Supariasa dkk., 2002 ; Almatsier, 2002).

Berdasarkan pada hasil sebuah penelitian yang telah dilakukan untuk mengetahui hubungan antara obesitas dengan indikator-indikator sindroma metabolik, diperoleh kesimpulan bahwa obesitas (dengan IMT sebagai parameternya), hanya berhubungan secara bermakna dengan kadar trigliserida dan ukuran lingkar pinggang saja, tidak dengan semua indikator sindroma metabolik (Gunanti & Retno, 2008).

RS Grhasia Propinsi DIY saat ini telah membuka pelayanan poliklinik penyakit dalam untuk pasien rawat jalan non psikiatri, sehingga untuk permintaan pemeriksaan laboratorium khususnya profil lipid telah mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Data dari Instalasi Laboratorium jumlah pemeriksaan kadar trigliserida pada pasien rawat jalan tahun 2007 ada 285 pasien, tahun 2008 334 pasien dan tahun 2009 triwulan pertama sebanyak 83 pasien. Hasil-hasil pemeriksaan laboratorium juga valid dan dapat dipertanggungjawabkan karena selalu dilakukan kontrol kualitas baik internal maupun eksternal dan sudah mendapatkan sertifikasi ISO 9001-2000.

Dari pengamatan pendahuluan terhadap 25 pasien pada bulan April 2009 di Instalasi Laboratorium RS Grhasia Propinsi DIY diperoleh data pada pasien dengan kadar trigliserida > 150 mg/dl nilai IMTnya < 25 (2 orang), pada pasien dengan kadar trigliserida normal nilai IMTnya > 25 (2 orang) dan pasien dengan kadar trigliserida > 150 mg/dl dengan nilai IMT > 25 (1 orang). Hal ini berarti bahwa tidak semua orang dengan kadar trigliserida di atas nilai normal mengalami kelebihan berat badan (IMT >25).

Dari gambaran latar belakang masalah tersebut di atas, maka kami ingin mengetahui apakah ada hubungan antara kadar trigliserida dengan Indeks Massa Tubuh.

B. Rumusan Masalah

Dari gambaran latar belakang masalah yang ada, maka rumusan masalah pada penelitian  ini adalah  apakah  ada  hubungan  antara kadar trigliserida dengan Indeks Massa Tubuh pada pasien rawat jalan tahun 2009 di RS Grhasia Propinsi DIY?

    Baca selengkapnya »

===================================================
Ingin memiliki Skripsi/Tesis versi lengkapnya? Hubungi Kami.
===================================================

Judul terkait:

Layanan Referensi & Konsultan Skripsi Tesis & Disertasi   No.HP.0819.0405.1059  Home: (0274) 9553376