HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI PROFESIONALISME POLISI PARIWISATA DENGAN RASA AMAN PADA WISATAWAN DI YOGYAKARTA
Jul 27th, 2008 by admin5
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pariwisata adalah suatu fenomena yang ditimbulkan oleh bentuk kegiatan manusia, yaitu kegiatan melakukan perjalanan (travel) (Kodhyat, 1996). Berdasarkan hal itu maka perjalanan yang dikategorikan sebagai kegiatan wisata dapat dirumuskan sebagai berikut; “….Perjalanan dan persinggahan yang dilakukan oleh manusia di luar tempat tinggalnya untuk berbagai maksud dan tujuan, tetapi bukan untuk tinggal menetap di tempat yang dikunjungi atau disinggahi, atau untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan dengan mendapatkan “upah“ (Hunziker dan Krapf dalam Kodhyat, 1996).
Dari pengertian pariwisata di atas, dapat diketahui bahwa pariwisata bukan merupakan kegiatan yang menghasilkan upah, sebaliknya dengan mengadakan perjalanan pariwisata, maka seseorang akan mengeluarkan biaya. Biaya-biaya dimaksud antara lain biaya konsumsi, biaya menginap, biaya transportasi, dan biaya-biaya lainnya. Biaya ini dikeluarkan sesuai dengan sarana yang digunakan oleh wisatawan ketika melakukan kunjungan wisata.
Berkaitan dengan itulah, maka kunjungan wisatawan mempunyai dampak ekonomi kepada daerah tujuan wisata yang didatangi, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dampak langsung adalah dengan adanya kunjungan wisatawan, dan akan menciptakan permintaan terhadap fasilitas-fasilitas yang berkaitan dengan jasa industri pariwisata seperti hotel/losmen, rumah makan, sarana angkutan/travel biro dan jenis hiburan lainnya. Dengan adanya kegiatan pemenuhan kebutuhan wisatawan ini, akan meningkatkan pendapatan masyarakat (Yoeti, 1999). Dampak tidak langsung adalah perkembangan di bidang pariwisata akan meningkatkan juga bidang-bidang lainnya.
Pengembangan kepariwisataan membawa banyak manfaat dan keuntungan. Oleh karena itu dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1993, dinyatakan bahwa pembangunan kepariwisataan diarahkan pada peningkatan pariwisata menjadi sektor andalan yang mampu menggalakkan kegiatan ekonomi, termasuk kegiatan sektor lain yang terkait, sehingga lapangan kerja, pendapatan masyarakat, pendapatan daerah dan pendapatan negara serta penerimaan devisa meningkat melalui upaya pengembangan dan pendayagunaan berbagai potensi kepariwisataan Nasional (www.bapedajambi.go.id, 2007).
Pengembangan kepariwisataan merupakan kegiatan lintas sektoral. Memperhatikan hal tersebut suksesnya pembangunan kepariwisataan nasional sangat ditentukan oleh adanya dukungan serta partisipasi aktif seluruh lapisan masyarakat, baik pemerintah, pihak swasta, maupun anggota masyarakat lainnya (www.bapedajambi.go.id, 2007).
Dalam rangka memperoleh dukungan dan partisipasi aktif seluruh lapisan masyarakat, diperlukan penyebaran informasi tentang arti pentingnya pengembangan kepariwisataan yang dilakukan secara berkesinambungan melalui Buku Bimbingan Masyarakat Sadar Wisata dan Sapta Pesona Wisata (www.bapedajambi.go.id, 2007).
Senada dengan pendapat tersebut PBB, Bank Dunia dan World Tourism Organization (WTO) mengakui bahwa kegiatan kepariwisataan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan umat manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Hal tersebut ditunjukkan dengan datangnya wisatawan ke obyek-obyek wisata, sehingga berakibat pada meningkatnya pendapatan bagi masyarakat obyek wisata tersebut yang bergerak dalam bidang-bidang yang berhubungan dengan sektor kepariwisataan, seperti: jasa penginapan, penjualan cindera mata, dan penjual makanan khas daerah setempat (Santosa, 2002).
Hal tersebut sesuai dengan pendapat Memet (dalam www.kompas.com, 2000) yang mengemukakan bahwa wisatawan mancanegara yang berkunjung pada obyek wisata yang menggunakan waktu rata-rata lima hari di tempat wisata tersebut akan membelanjakan 110 Dollar AS per hari pada tiap wisatawan, sedangkan wisatawan lokal akan membelanjakan uang rata-rata Rp 100.000 per individu, dalam waktu rata-rata dua hari. Menurut Memet, kenyataan tersebut berlaku sama di hampir semua daerah kunjungan wisata. Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui bahwa semakin banyak jumlah kunjungan wisatawan maka akan semakin banyak pula pendapatan yang diperoleh masyarakat dari penyediaan jasa pendukung pariwisata.
Uang yang dihabiskan wisatawan digunakannya untuk keperluannya selama di lokasi wisata, antara lain untuk makan, minum, transportasi, belanja souvenir, dan lain-lain. Kegiatan inilah yang meningkatkan pendapatan bagi masyarakat obyek wisata tersebut.
Yogyakarta dari dulu sudah terkenal sebagai salah satu Daerah Tujuan Wisata yang banyak dikunjungi oleh wisatawan asing, baik wisatawan nusantara (domestik) maupun mancanegara. Potensi wisata yang dimiliki daerah Yogyakarta terbentuk dari kondisi geografis, sejarah dan budaya yang dimilikinya.
Potensi wisata yang berasal dari kondisi geografis meliputi obyek wisata alam, obyek wisata laut/bahari, dan obyek wisata buatan. Obyek wisata alam yang berasal dari pemandangan alam Gunung Merapi yang terkenal di Yogyakarta antara lain kawasan wisata alam Kaliurang, Kaliadem dan kawasan Lava Tour. Kawasan Lava Tour terkenal sejak Gunung Merapi memuntahkan lava dan bahan-bahan lain dari perut Gunung Merapi. Kawasan wisata pantai yang terdiri dari Pantai Parangtritis, Parangkusumo, Parangendog, dan Pandansimo yang terkenal dengan legenda Nyi Roro Kidul, Pantai Glagah Indah yang terkenal dengan ombak besar dari Samudera Hindia, Pantai Krakap dan Pantai Baron yang terkenal dengan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) dan pasir pantainya yang berwarna putih, Pantai Samas, Pantai Sanden, dan Pantai Bugel yang terkenal karena budaya masyarakatnya, dan juga Pantai Trisik dan Pantai Congot yang terkenal dengan TPI-nya. Selain itu masih banyak lagi lokasi wisata alam lainnya antara lain Goa Kiskendo yang terkenal dengan legenda wayangnya, Goa Selarong yang merupakan goa tempat persembunyian Pangeran Diponegoro pada waktu melawan Belanda, Goa Maria yang merupakan tempat wisata agama Katholik, Goa Cermai, Goa Bribin, Goa Lowo, dan lain-lain.
Keterangan: Bagi yang berminat untuk memiliki versi lengkap judul diatas dalam format Msword hubungi ke nomor: Hp/Wa. 0812 2701 6999 atau 0817 273 509. Skripsi Rp300rb, Tesis Rp500rb. Layanan ini bersifat sebagai referensi dan bahan pembelajaran. Kami tidak mendukung plagiatisme. Jika belum jelas, jangan ragu telepon kami :) |
Obyek wisata buatan yang ada di Yogyakarta adalah Waduk Sermo yang merupakan waduk buatan yang banyak dikunjungi wisatawan lokal yang ingin menyaksikan kecanggihan teknologi waduk dan juga menikmati makan ikan di atas rakit yag dibuat oleh penduduk di kawasan waduk. Selain waduk Sermo ada juga Kebun Binatang Gembiraloka yang selain dijadikan obyek wisata juga sering dijadikan sebagai tempat penelitian untuk bidang biologi dan penangkaran hewan langka. Ada juga lokasi wisata buatan yang berbentuk agrowisata, antara lain Agrowisata Kalibawang, Agrowisata Congot, dan juga Agrowisata Salak di Turi. Wisata buatan lainnya yang juga tidak kalah terkenal sebagai tempat para wisatawan untuk mendapatkan cinderamata khas Jogja adalah kawasan Malioboro, Pasar Ngasem dan Kota Gede yang terkenal dengan kerajinan peraknya.
Potensi wisata yang berasal dari sejarah meliputi obyek wisata peninggalan-peninggalan sejarah dan budaya, antara lain Candi Prambanan (yang sering disebut juga Candi Sewu dan Candi Roro Jonggrang), Candi Kalasan, Candi Sari, Candi Gebang, Candi Ijo, Candi Banyunibo, Candi Morangan, Candi Barong, Candi Abang, Candi Rejo, Candi Ratu Boko, Candi Watu Gudig, dan Candi Sambisari. Selain itu yang juga dikategorikan sebagai potensi wisata sejarah adalah Kraton Yogyakarta, Kraton Pakualaman, Makam Panembahan Senopati, Museum Sonobudoyo, Museum Sasmitaloka, Museum Ulen Sentalu, Museum Panglima Sudirman, Benteng Vredeburg, dan lain-lain.
Banyaknya obyek wisata dengan daya tarik yang mempesona membuat banyak wisatawan asing dan lokal berkunjung ke Yogyakarta. Hal ini dapat dilihat dari data jumlah kunjungan wisatawan yang tercatat di Dinas Pariwisata Provinsi DIY.
Tabel 1
Perkembangan Kunjungan Wisatawan di Provinsi DIY
Sumber : Dinas Pariwisata Provinsi DIY, 2007.
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa jumlah wisatawan asing dan lokal yang berkunjung ke Yogyakarta berjumlah ribuan setiap tahunnya. Akan tetapi ada beberapa fenomena menarik dari data yang terlihat tersebut, yaitu sejak adanya krisis moneter 1997 kunjungan wisatawan cenderung meningkat terus. Hal ini dikarenakan pada saat itu banyak sekali program promosi yang dilancarkan pemerintah Jogja untuk menarik kunjungan wisatawan, antara lain Program Jogja Never Ending Asia yang diluncurkan untuk menarik turis, khususnya turis asing. Program ini cukup berhasil, terbukti dari meningkatnya kunjungan wisatawan asing yang datang ke Yogyakarta.
Akan tetapi dapat dilihat pula bahwa pada tahun 2003 terjadi penurunan jumlah wisatawan, baik wisatawan asing maupun mancanegara. Penurunan jumlah wisatawan asing adalah sebesar 21,61% untuk wisatawan asing dan 22,26% untuk wisatawan lokal. Penurunan jumlah wisatawan sampai sebesar lebih dari 20% ini disebabkan pada akhir tahun 2002, tepatnya pada tanggal 2 Oktober 2002 terjadi peristiwa Bom Bali yang membawa korban ratusan orang tewas, sebagian besar korban adalah turis asing yang tengah menikmati wisata di Bali. Bali yang dibangga-banggakan sebagai wilayah yang aman dan tenteram ternyata dijadikan target oleh teroris. Sektor pariwisata Bali langsung terpukul. Ribuan turis asing membatalkan kunjungan ke Bali. Warga asing pun diminta Pemerintahnya masing-masing untuk hati-hati ke Bali yang dinilai tidak aman. Akibatnya, jumlah kunjungan wisatawan ke Bali langsung turun drastis selama beberapa bulan. Tingkat hunian hotel melorot sampai hanya menjadi 5,89 persen saja (Karsadi, dkk., 2002).
Dampak dari teror Bom Bali tersebut tidak hanya mengenai Bali saja, tetapi Indonesia pada umumnya. Apalagi lembaga internasional PBB, menetapkan Indonesia sebagai salah satu negara sarang teroris, yaitu Jamaah Islamiyah. Kenyataan ini sangat memukul dunia wisata Indonesia. Sektor pariwisata yang sejak lama menjadi pahlawan karena banyak mendatangkan devisa dan juga menciptakan lapangan kerja bagi banyak orang, menjadi terpukul.
Pemerintah kemudian bekerja keras untuk mengembalikan kepercayaan internasional bahwa Indonesia aman. Dilakukan langkah-langkah strategis untuk memulihkan keamanan di Indonesia. Jika keamanan kembali stabil seperti semula, maka diharapkan jumlah kunjungan wisatawan ke beberapa daerah tujuan wisata di Indonesia kembali meningkat.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa masalah keamanan sangat penting bagi wisatawan. Tujuan mereka berwisata adalah untuk melepas lelah dari segala rutinitas sehari-hari dan mendapatkan kesenangan, sehingga jika perjalanan wisata mereka diwarnai keresahan karena tidak amannya daerah tujuan wisata yang mereka kunjungi, maka pastilah mereka tidak mau mengunjungi daerah wisata yang tidak aman itu.
Selain dipengaruhi oleh situasi dan kondisi keamanan secara global di negara tujuan, kondisi keamanan di lokasi obyek wisata juga ikut menentukan tingkat keamanan yang dirasakan wisatawan. Adanya perasaan takut dan tidak aman yang dirasakan wisatawan di sebuah obyek wisata tertentu, membuat mereka tidak mau mengunjungi obyek wisata tersebut.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Direktorat Pengamanan Pariwisata Polda DIY pada tahun 2003 – 2007 diketahui bahwa terjadi peningkatan tindak kriminal yang terjadi pada wisatawan khususnya wisatawan mancanegara (Dokumen Dit. Pam Par Polda DIY, 2007).
Hal ini sejalan dengan hasil wawancara yang dilakukan penulis pada tanggal 21 Oktober 2007 terhadap dua orang wisatawan asing, dua orang wisatawan lokal serta dua orang pelaku usaha wisata yang ada di Malioboro Jogjakarta. Pertanyaan yang diajukan adalah hal apa yang membuat wisatawan merasa enggan berkunjung ke suatu obyek wisata. Dari hasil wawancara diketahui bahwa penyebab keengganan wisatawan untuk berkunjung ke obyek wisata tertentu adalah kurang amannya obyek wisata tersebut. Mereka mengetahui masalah keamanan itu dari informasi dan pengalaman teman mereka terdahulu yang pernah menjadi korban kriminal pada obyek wisata yang bersangkutan. Berdasarkan informasi itu para wisatawan memutuskan untuk tidak mengunjungi lokasi wisata tersebut. Di lain pihak dari hasil wawancara dengan pelaku usaha di Malioboro Jogja diketahui bahwa masyarakat pelaku usaha di Malioboro berharap kawasan Malioboro dijamin keamanannya, sehingga dapat menentramkan bagi para wisatawan yang sedang berwisata dan juga dapat menentramkan masyarakat sekitar yang mencari penghasilan dari kegiatan wisata.
Untuk memberikan rasa aman bagi wisatawan dan juga pengelolaannya, maka di tempat wisata perlu didirikan beberapa fasilitas, sarana dan prasarana penting antara lain: Gedung Pengelolaan, Pusat Informasi Wisatawan, Poliklinik Kesehatan, Pos Polisi, Pemadam Kebakaran, Gardu Listrik, serta Stasiun Radio (www.tamanmini.com., 2007). Selain itu ditambahkan Mardana (dalam www.sinarharapan.com, 2007) bahwa pembenahan pariwisata dimulai dari pengamanan aset-aset wisata, sehingga dapat memberikan rasa aman saat berwisata dan diharapkan akan merangsang para wisatawan untuk berkunjung.
Atas dasar keinginan untuk meningkatkan keamanan para wisatawan yang berkunjung ke daerah kunjungan wisata, maka diadakanlah Polisi Pariwisata. Polisi Pariwisata ini merupakan polisi yang khusus ditugaskan untuk mengamankan dan memperlancar kegiatan wisata yang dilakukan oleh para wisatawan.
Menurut data Dit Pamwisata Polda DIY (2007), tugas pokok Polisi Pariwisata adalah 1) memberikan pengamanan dalam bentuk perlindungan dan pertolongan pertama kepada wisatawan, 2) memberikan pelayanan dalam bentuk pemberian informasi, petunjuk yang diperlukan wisatawan, 3) pengawasan terhadap lalulintas wisatawan, dan 4) memberikan bimbingan pada seluruh potensi yang bergerak di bidang usaha kepariwisataan (pemerintah/swasta) untuk berpartisipasi aktif dalam pengamanan pariwisata.
Dalam melaksanakan tugas pokoknya itu, Polisi Pariwisata mempunyai lingkup tugas : 1) pengamanan, penertiban, perlindungan, dan pertolongan kepada wisatawan serta penyelamatan obyek-obyek wisata, 2) pembentukan pusat informasi, pos-pos polisi di kawasan obyek wisata dan kawasan fasilitas kepariwisataan, 3) pembentukan dan pembinaan satuan pengamanan dalam kawasan obyek wisata maupun kawasan fasilitas kepariwisataan. Semua tugas yang dibebankan kepada polisi pariwisata itu dilakukan dalam bentuk: 1) pengaturan, 2) penjagaan, pengawalan, patroli, dan pembinaan (Dit Pamwisata Polda DIY, 2007).
- Baca selengkapnya »
===================================================
Ingin memiliki Skripsi/Tesis versi lengkapnya? Hubungi Kami.
===================================================