Did You Know? Setiap pekerjaan dahulukan dengan doa, niscaya akan lancar.

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Ibukota suatu wilayah merupakan suatu tempat atau pusat berlangsungnya aktivitas pemerintahan, perputaran ekonomi serta menjadi pusat-pusat pelayanan dari daerah yang ada disekitarnya. Sehingga dalam menentukan ibukota suatu daerah oleh sebagian besar masyarakat dipandang sebagai hal yang penting guna keberlanjutan aktifitas hidup masyarakat itu sendiri. Ibukota Kabupaten Banggai Kepulauan (Bangkep) yang digunakan saat ini telah mengalami perjalanan sejarah yang cukup panjang. Bahkan sejak abad 15 masehi daerah yang dijadikan ibukota saat ini merupakan pusat pemerintahan kerajaan Banggai yang dahulu dikenal dengan nama kerajaan “Tano Bolukan” yang menurut bahasa Banggai artinya tempat pelantikan raja atau tempat meluruskan. Pada jaman pemerintahan kerajaan mataram sekitar tahun 1525 kerajaan ini pernah dipimpin oleh raja yang berasal dari tanah jawa dengan gelar “RAJA SAKA MUHAMMAD CAKRA” atau lebih dikenal oleh masyarakat sekitar “MUMBU DOI JAWA” yang artinya raja dari tanah jawa (Machmud HK, 1986).

Kerajaan Banggai pada waktu itu merupakan kerajaan yang otonom dibawah kesultanan Ternate yang tidak terlepas dari kerajaan Mataram pada kira-kira abad ke 16. Bahkan jauh sebelum itu pada zaman Patih Gadjah Mada sekitar tahun 1364 Masehi Kerajaan Banggai yang dalam bahasa kawi atau bahasa jawa kuno disebut Banggawi dalam kitab ”Negarakartagama” karangan ”Empu Prapanca”. Dalam kitab itu disebutkan bahwa kerajaan Banggai adalah salah
satu kerajaan yang tua bersama-sama dengan kerajaan-kerajaan lain yang terdapat atau yang termasuk daerah VI di bumi nusantara ini, sehingga kota Banggai merupakan kota lama dan sejak dahulu di kota ini telah berlangsung aktivitas perdagangan yang cukup ramai. Hal ini terlihat dengan datangnya orang-orang Eropa di kerajaan Banggai pada waktu itu. Mereka datang melalui kesultanan Ternate pada abad ke 19 masehi dengan tujuan mencari rempah-rempah.

Selanjutnya berbagai kegiatan pemerintahan kerajaan berkembang termasuk kegiatan perekonomian, sehingga menarik minat pendatang bermukim di kota ini. Interaksi antara pembeli dan penjual terjadi intensitas yang cukup tinggi dan sampai ini dapat dijumpai adanya warga keturunan Tionghoa yang terkenal dengan kegemarannya dalam dunia perdagangan, telah bermukim dan beranak-pinak sejak ratusan tahun yang silam. Hal ini menyebabkan meningkatnya angka laju pertumbuhan penduduk kota Banggai saat itu, sehingga kedudukan Banggai selaku ibukota kerajaan saat itu semakin kuat.

Pada masa pemerintahan raja Syukuran Amir, ibukota Kerajaan Banggai yang semula berada di Banggai Kepulauan dipindahkan ke Banggai Daratan (Luwuk). Untuk penyelenggaraan pemerintahan di wilayah Banggai Laut ditempatkan pejabat yang disebut Ken Kariken. Wilayah Banggai Darat dan Banggai Laut kemudian berdasarkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Sulawesi Tengah menjadi satu Kabupaten Otonom yang dikenal sebagai Kabupaten Banggai dengan ibukota Luwuk.

Khusus untuk wilayah Banggai Kepulauan (selanjutnya disebut Bangkep), sejak tahun 1964 telah diperjuangkan agar dapat berdiri sendiri sebagai satu kabupaten, dan setelah melalui perjuangan yang panjang cita-cita tersebut baru dapat terwujud 35 tahun kemudian yaitu dengan lahirnya Undang-undang Nomor 51 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Buol, Kabupaten Morowali dan Kabupaten Banggai Kepulauan (Bangkep). Kabupaten Bangkep secara operasional diresmikan atas nama Menteri Dalam Negeri pada tanggal 3 November 1999 di Banggai oleh Gubernur Sulawesi Tengah Brigjen Purn. H.B. Paliudju.

Dalam kaitan dengan posisi ibukota Kabupaten Bangkep, dapat disimak ketentuan Pasal 10 ayat (3) dan Pasal 11 Undang-undang Nomor 51 Tahun 1999 yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 10 ayat (3):

Ibukota Kabupaten Banggai Kepulauan berkedudukan di Banggai.
Pasal 11:

Selambat-lambatnya dalam jangka waktu lima tahun terhitung sejak peresmian Kabupaten Banggai Kepulauan kedudukan ibukota dipindahkan ke Salakan.
Sejak diresmikannya Kabupaten Bangkep pada tanggal 3 November 1999, maka menurut Pasal 11 Undang-undang Nomor 51 Tahun 1999 sudah waktunya ibukota Kabupaten Bangkep dipindahkan ke Salakan. Namun sampai dengan sekarang (tahun 2005) ibukota Kabupaten Bangkep belum dipindahkan ke Salakan.
Terhadap masalah pemindahan ibukota dari Banggai ke Salakan ini masyarakat kedua daerah mempunyai persepsi yang berbeda. Masyarakat Kota Banggai menyatakan yang lebih tepat menjadi ibukota Kabupaten Bangkep adalah Kota Banggai yang sekarang menjadi ibukota Kabupaten Bangkep, sedangkan masyarakat Kota Salakan mempunyai pendapat bahwa Kota Salakan merupakan yang lebih tepat menjadi ibukota Bangkep. Perbedaan pendapat ini berawal dari perbedaan persepsi dan perbedaan faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi itu sendiri.
Berdasarkan latar belakang di atas, menarik untuk diteliti persepsi masyarakat terhadap pemindahan ibukota Kabupaten Bangkep. Oleh karena itu dilakukan penelitian berjudul:
PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PEMINDAHAN IBUKOTA KABUPATEN BANGGAI KEPULAUAN.


1.2. Perumusan Masalah

Keterangan: Bagi yang berminat untuk memiliki versi lengkap judul diatas dalam format Msword hubungi ke nomor:

HP. 0819 0405 1059/ 0812 2701 6999/ 0888 9119 100 atau Telp.0274-9553376. Skripsi Rp300rb, Tesis Rp500rb. Layanan ini bersifat sebagai referensi dan bahan pembelajaran. Kami tidak mendukung plagiatisme. Jika belum jelas, jangan ragu telepon kami :)

Berdasarkan permasalahan-permasalahan tersebut di atas serta untuk mengetahui lebih jauh persepsi masyarakat kabupaten Banggai Kepulauan terhadap pemindahan ibukota kabupaten pasca batas waktu yang telah ditetapkan oleh Undang-undang 51 Tahun 1999, di dalam penelitian ini pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut:

  1. Bagaimanakah persepsi masyarakat kabupaten Banggai Kepulauan baik sebelum dan sesudah batas waktu yang ditentukan.
  2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi pemindahan ibu kota kabupaten Banggai Kepulauan.
  3. Bagaimana persepsi tersebut mempengaruhi tindakan/perlakuan masyarakat yang ada di Kabupaten Banggai Kepulauan.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk:

  1. Mengetahui dan mengidentifikasi keragaman persepsi masyarakat Kabupaten Banggai Kepulauan terhadap pemindahan ibukota Kabupaten Banggai Kepulauan.
  2. Mengetahui dan menganalisis hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi masyarakat dengan pemindahan ibukota Kabupaten Banggai Kepulauan.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi kepentingan ilmu pengetahuan:

a) Sebagai sumbangan teoritis dalam mengkaji persepsi masyarakat dalam menyikapi pemindahan ibukota Kabupaten Banggai Kepulauan.

b) Sebagai bahan perbandingan bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian serupa pada waktu dan lokasi yang berbeda.

2. Bagi kepentingan pemerintah:

a) Sebagai bahan masukan bagi pengambil kebijakan di Pemerintah Kabupaten dan Kabupaten yang berdekatan dalam menyikapi permasalahan yang berkaitan dengan persepsi masyarakat Kabupaten Banggai Kepulauan.

b) Memperkaya khasanah penelitian yang pernah dilakukan di wilayah Kabupaten Banggai Kepulauan serta dapat dijadikan referensi pada penelitian-penelitian berikutnya.


1.5. Keaslian Penelitian

Belum pernah diadakan penelitian tentang fokus dan lokus penelitian tersebut. Beberapa penelitian yang pernah dilakukan dan mempunyai kedekatan antara lain:

  1. Penelitian Syafruddin tentang Evaluasi Konsep Rencana Lokasi Ibukota Kabupaten Studi Kasus Rencana Pemindahan Ibukota Kabupaten Buton, yang dilakukan pada tahun 2001. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pemilihan lokasi ibukota Kabupaten Buton pada kawasan La Ompo dan sekitarnya di Kecamatan Batauga sudah sesuai dengan teori, konsep dan norma-norma perencanaan ibukota kabupaten. Metode yang digunakan adalah deskriptif analisis.
  2. Penelitian Syamsul Islami tentang Persepsi Masyarakat terhadap Sungai dan Lingkungannya Kasus Sungai Code Yogyakarta, yang dilakukan pada tahun 2003. Penelitian ini dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif untuk mengetahui persepsi masyarakat sekitar bantaran Sungai Code terhadap sungai Code dan lingkungan pemukimannya, serta perubahan perlakuan masyarakat terhadap sungai Code dan lingkungan pemukimannya.
  3. Penelitian Jefrizal tentang Persepsi Stakeholders terhadap Rencana Strategis Bidang Pariwisata Kota Yogyakarta, yang dilakukan pada tahun 2002. Penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan proses dan keterlibatan stakeholders dalam proses perencanaan strategis daerah kota Yogyakarta. Metode yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif-kualitatif.
  4. Penelitian Juni Gultom tentang Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi Masyarakat terhadap Ketidakefektifan Terminal Induk Natai Suka di Pangkalan Bun Kabupaten Kotawaringin Barat Kalimantan Tengah tahun 2002. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi stakeholders terhadap ketidakefektifan Terminal Natai Suka di Pangkalan Bun dan untuk mengetahui peringkat faktor-faktor tersebut serta mengetahui apakah ada perbedaan faktor-faktor tersebut antara pengemudi dan penumpang. Metode yang digunakan adalah kualitatif-kuantitatif dengan wawancara, pengamatan dan kuesioner kepada stakeholders.
  5. Penelitian A.A. Gede Agung Dalem tentang Persepsi Stakeholders terhadap Perkembangan Kawasan Pariwisata Pantai Kuta – Bali pada tahun 2002. Penelitian ini dilakukan secara kualitatif dengan exploratory research yang bersifat induktif untuk mengetahui seperti apakah persepsi stakeholders terhadap perkembangan kawasan pariwisata pantai kuta.

    Baca selengkapnya »

===================================================
Ingin memiliki Skripsi/Tesis versi lengkapnya? Hubungi Kami.
===================================================

Judul terkait:

Keyword:

persepsi masyarakat (46), bangkep (17)

Layanan Referensi & Konsultan Skripsi Tesis & Disertasi   No.HP.0819.0405.1059  Home: (0274) 9553376