Did You Know? Ada hari dimana kita harus berhenti sejenak, menengok ke belakang lalu bersyukur

BAB I

PENGANTAR

1.1 Latar Belakang

Pada era reformasi ini, pemerintah telah melakukan perubahan penting dan mendasar yang dimaksudkan untuk memperbaiki berbagai kelemahan dan kekurangan yang ada serta upaya untuk mengakomodasikan berbagai tuntutan dan aspirasi yang berkembang di daerah dan masyarakat. Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah membawa perubahan fundamental dalam hubungan tata pemerintahan dan hubungan keuangan, sekaligus membawa perubahan penting dalam pengelolaan Anggaran Daerah.

Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah sebagai terjemahan dari pasal-pasal dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 nampaknya telah berusaha menjembatani tuntutan masyarakat dan daerah dalam pengelolaan keuangan daerah yang baik dan berorientasi pada kepentingan publik. Dalam kaitan dengan anggaran daerah, Peraturan Pemerintah ini telah menyiratkan arah yang dimaksud. Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 mengatakan bahwa Anggaran Daerah disusun berdasarkan anggaran kinerja. Ayat 2 menyatakan bahwa guna menunjang penyiapan anggaran kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat 1 Pemerintah Daerah mengembangkan Standar Analisa Belanja, tolok ukur kinerja dan standar biaya.

Sebelum tahun 2003, penentuan besar alokasi dana menggunakan incrementalism dan line item. Konsekuensi logis dari kedua pendekatan ini adalah terjadinya overfinancing atau underfinancing pada suatu unit kerja, yang pada akhirnya tidak mencerminkan pada pelayanan publik yang sesungguhnya dan cenderung terjadi pemborosan.

Menyadari kelemahan tersebut dan agar pengeluaran anggaran daerah berdasarkan pada kewajaran ekonomi, efisien dan efektif (value for money) maka Pemerintah Kota Tangerang berusaha menerapkan sistem penganggaran yang disusun berdasarkan pendekatan anggaran kinerja (performance budget), standar pelayanan dan berorientasi pada output–outcome. Hal ini diawali dengan penyusunan APBD tahun anggaran 2003 yang memuat : 1) sasaran menurut fungsi belanja; 2) standar pelayanan beserta biaya satuan komponen kegiatan yang bersangkutan; dan 3) bagian pendapatan APBD yang membiayai belanja administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan, dan belanja modal. Yang perlu mendapat perhatian dalam proses penyusunan anggaran kinerja di Kota Tangerang adalah dimulainya penggunaan Rencana Anggaran Satuan Kerja (RASK) pada tahun anggaran 2003, sebagai dasar penyusunan rancangan APBD. Dengan menggunakan pendekatan tersebut, maka nantinya anggaran daerah akan lebih transparan, adil dan dapat dipertanggungjawabkan. Dengan pendekatan ini diharapkan pemerintah daerah dapat (Muhtar,2003:16):

Keterangan: Bagi yang berminat untuk memiliki versi lengkap judul diatas dalam format Msword hubungi ke nomor:

Hp/Wa. 0812 2701 6999 atau 0817 273 509. Skripsi Rp300rb, Tesis Rp500rb. Layanan ini bersifat sebagai referensi dan bahan pembelajaran. Kami tidak mendukung plagiatisme. Jika belum jelas, jangan ragu telepon kami :)

  1. menjamin keterkaitan antara kebijakan (policy), perencanaan (planning) dan anggaran (budgeting);
  2. mendasarkan secara jelas atas Tupoksi masing-masing;
  3. menghindarkan terjadinya tumpang tindih (overlapping) alokasi belanja;
  4. menyusun setiap kegiatan secara logis; dan
  5. menyusun anggaran yang berdasarkan kinerja yang jelas dan terukur.

Untuk mencapai hal tersebut, ada beberapa hal yang perlu dikembangkan antara lain : 1) Standar Analisa Belanja; 2) Tolok Ukur Kinerja; dan 3) Standar Biaya.

Sejalan dengan pokok pikiran yang dikemukakan di atas, permasalahan pokok yang dihadapi oleh Pemerintah Daerah Kota Tangerang sekarang ini adalah belum tersedianya standar analisis belanja dalam pengalokasian anggaran belanja kepada masing-masing unit kerja dalam struktur organisasi Pemerintah Daerah Kota Tangerang yang sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, penelitian ini mencoba melakukan simulasi penghitungan standar analisis belanja terhadap belanja pemerintah, dengan mengambil salah satu bagian pada unit kerja Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Tangerang untuk tahun anggaran 2004.

Alasan utama pemilihan unit kerja Dinas P&K Kota Tangerang disebabkan oleh permasalahan-permasalahan yang terjadi, antara lain:

  1. Otonomi daerah menuntut peningkatan kualitas SDM yang tangguh dan unggul guna menunjang kelangsungan jenjang pendidikan berikutnya serta bersaing di pasar global;
  2. Pemerataan yaitu kesempatan memperoleh pendidikan melalui wajib belajar pendidikan dasar (wajar dikdas) 9 tahun, sehingga angka melek huruf (AMH) Kota Tangerang tahun 2002 sebesar 96,78% dapat ditingkatkan;
  3. Relevansi, yaitu pengembangan kerjasama antara sekolah kejuruan dengan dunia usaha serta mewujudkan pembentukan majelis sekolah dengan masyarakat;
  4. Efisiensi dan efektifitas, yaitu optimalisasi penerapan pen-tipean sekolah serta meningkatkan sarana penunjang pendidikan;

Mencermati berbagai permasalahan yang ditemukan dalam pembangunan dunia kependidikan di Kota Tangerang, maka pada kesempatan ini yang bertugas sebagai leading sector dalam menjawab sebagian besar dari permasalahan tersebut adalah Subdin Pemberdayaan Sekolah dan Ketenagaan pada Dinas P&K Kota Tangerang. Hal ini disebabkan karena:

  1. Pemberdayaan lembaga pendidikan baik di sekolah maupun luar sekolah selama ini dirasakan belum maksimal dalam meningkatkan kualitas SDM yang unggul dan tangguh;
  2. Relevansi antara dunia pendidikan dengan dunia kerja merupakan suatu hubungan yang saling mempengaruhi dan menuntut perhatian yang lebih cermat dan mendalam;
  3. Peningkatan apresiasi dan penguasaan masyarakat terhadap iptek menuntut campur tangan dari pemerintah daerah.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka yang menjadi permasalahan pokok dalam penelitian ini adalah bagaimana mengukur dan menghitung anggaran belanja pada Subdin Pemberdayaan Sekolah dan Ketenagaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Tangerang yang secara garis besar mengacu pada pengembangan Standar Analisa Belanja (SAB) mikro yaitu penentuan standar plafon/batas atas belanja, sehingga tercapai nilai wajar dan mampu meningkatkan kinerja pengelolaan keuangan daerah dalam memenuhi kebutuhan pelayanan dan akuntabilitas pada publik.

Berdasarkan pengalaman yang terjadi selama ini, pembelanjaan pemerintah daerah belum menggunakan Standar Analisa Belanja (SAB), sehingga efisiensi, efektivitas dan ekonomi menjadi persoalan. Proses perencanaan dalam penyusunan anggaran hanya didasarkan pada usulan kegiatan daerah dan usulan proyek daerah, dimana dimulai dari tingkat desa/kelurahan melalui Musbangdes yang kemudian diteruskan melalui Temu Karya Pembangunan di tingkat Kecamatan, Rakorbang II di tingkat Kabupaten/Kota, Rakorbang I di tingkat Propinsi dan akhirnya Rakornas di tingkat Nasional. Proses ini tanpa disertai oleh suatu standar biaya yang memenuhi batas kewajaran dari setiap kegiatan/proyek sesuai dengan beban unit kerja tersebut. Salah satu yang dapat dijadikan tolok ukur akan hal tersebut adalah terserapnya seluruh dana setiap tahun namun tidak sepenuhnya target dari kegiatan yang dilaksanakan dapat terealisir.

Berkembangnya paradigma baru membawa konsekuensi terjadi perubahan model komunikasi antara masyarakat sebagai stakeholder, DPRD dan Pemerintah sebagai pelaksana mandat. Kondisi yang berkembang selama ini mengharuskan adanya arus informasi yang simetris dan proporsional (akuntabilitas) dimana pemerintah daerah sebagai pemegang amanah harus dapat mempertanggungjawabkan seluruh penggunaan uang rakyat secara transparan dan akuntabel, dicerminkan dalam anggaran kinerja sehingga menghasilkan suatu standar pelayanan minimum untuk publik.

Simulasi Standar Analisa Belanja (SAB) dalam penelitian ini mencoba untuk mempraktekkan suatu pola atau struktur Standar Analisa Belanja (SAB) yang sedang diterapkan oleh Pemerintah Daerah Kota Tangerang ke dalam struktur anggaran belanja berdasarkan Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002. Oleh karena itu, kajian mengenai model pengembangan Standar Analisa Belanja (SAB) merupakan sesuatu yang sangat penting.

    Baca selengkapnya »

===================================================
Ingin memiliki Skripsi/Tesis versi lengkapnya? Hubungi Kami.
===================================================

Judul terkait:

Keyword:

analisis standar belanja (43), standar analisa belanja (43), analisa standar belanja (30), analisa standar biaya (28), analisis standar biaya (23), perencanaan anggaran daerah (20), contoh penyusunan anggaran (19), standar analisis belanja (18)

Layanan Referensi & Konsultan Skripsi Tesis & Disertasi   No.HP/WA.0812 2701 6999  / 0817 273 509