Did You Know? The average chocolate bar has 8 insects' legs in it.

USULAN PENELITIAN

 

A.   Latar Belakang Masalah

Sejak lama pembajakan terhadap musik dan lagu telah menjadi fenomena sosial di Indonesia. Pembajakan lagu dilakukan dengan menggunakan berbagai media, seperti kaset, CD (Compaq Disk), VCD  (Video Compaq Disk), dan lain-lain. Dalam hal ini dirasakan kurang sekali perlindungan yang diberikan kepada pengarang dan pemusik yang menciptakan lagu.

Pada dasarnya setiap orang diperbolehkan untuk Tinjauan Yuridis Terhadap Lisensi Hak Cipta di Bidang Musik dan Lagu Menurut UU No. 7 Th. 1987 Sebagaimana Diubah dengan Uu No. 12 Th. 1997.

Adanya penggunaan komputer yang dapat membantu pekerjaan manusia hanya dimungkinkan apabila ada program komputer yang lazim disebut dengan perangkat lunak (software). Dalam hal ini kecanggihan teknologi komputer tergantung dari kecanggihan software yang dipergunakan, walaupun demikian semuanya itu juga tidak terlepas dari peranan perangkat keras (hardware) yang berupa piranti komputer itu sendiri. Manusia sebagai pengguna program komputer lazim disebut sebagai pengguna (user) atau lazim juga disebut sebagai perangkat otak (brainware) karena manusia dianggap sebagai otak dari

komputer.[1]

Program komputer sebagai software dari sebuah komputer merupakan bagian dari obyek yang dilindungi oleh hak cipta. Hal ini dapat dilihat dari adanya ketentuan yang mengatur tentang perlindungan terhadap program komputer sejak disahkannya UU No. 7 Th. 1987          sebagaimana diubah dengan UU No. 12 Th. 1997 tentang Hak Cipta.

Seperti halnya hak cipta terhadap obyek-obyek yang lain, hak cipta terhadap program komputer merupakan hak yang absolut, artinya hak cipta program komputer hanya dimiliki oleh penciptanya, sehingga yang mempunyai hak itu dapat menuntut setiap orang yang melanggar hak ciptanya tersebut. Suatu hak yang absolut seperti hak cipta mempunyai segi balik (segi pasif), artinya bahwa setiap orang mempunyai kewajiban untuk menghormati hak tersebut.[2]

Dari segi pelaksanaan hak cipta (sebagaimana diatur dalam Pasal 2  UU No. 12 Th. 1997). Undang-Undang Hak Cipta menganut prinsip bahwa pencipta mempunyai hak eksklusif untuk melaksanakan ciptaaannya, artinya dalam kurun waktu tertentu pencipta mempunyai hak untuk melaksanakan sendiri ciptaannya atau memberi izin kepada orang lain untuk melaksanakan ciptaannya itu.[3]

Dari prinsip hak eksklusif di atas, maka pihak lain yang ingin ikut melaksanakan ciptaan dan mengambil manfaat ekonomi dari ciptaan itu, harus mendapatkan izin dari pencipta yang bersangkutan.

Hak cipta pada dasarnya adalah hak milik perorangan yang tidak berwujud dan timbul karena kemampuan intelektual manusia. Sebagai hak milik, hak cipta dapat pula dialihkan oleh penciptanya atau yang berhak atas ciptaan itu. Hak Cipta dapat dialihkan kepada perorangan atau kepada badan hukum.

Salah satu cara pengalihan hak cipta dikenal dengan nama lisensi hak cipta atau lebih dikenal dengan nama perjanjian lisensi. Untuk membuat perjanjian lisensi maka pengalihan hak cipta harus dituangkan dalam bentuk Akte Notaris. Hal ini mengingat begitu luasnya aspek yang terjangkau oleh hak cipta sebagai hak, sehingga jika dibuat dalam bentuk akte notaris dapat ditentukan secara jelas dan tegas ruang lingkup pengalihan hak yang diberikan.[4]

Berdasarkan latar belakang di atas membuat Penulis  menjadi tertarik untuk mengetahui lebih jauh mengenai lisensi hak cipta khususnya di bidang program komputer. Untuk itu Penulis akan mengadakan penelitian mengenai hal tersebut dan menuliskan hasilnya dalam  sebuah  karya  ilmiah   berbentuk   skripsi   berjudul   Tinjauan

Yuridis Tentang Perjanjian Lisensi di Bidang Program Komputer Menurut UU No. 12 Th. 1997 Tentang Perubahan UU No. 7 Th. 1987 Tentang Hak Cipta.

 

B.   Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas dirumuskan masalah berikut ini :

1.   Bagaimanakah pelaksanaan perjanjian lisensi program komputer menurut UU No. 12 Th. 1997?

2.   Bagaimanakah upaya hukum dan  penyelesaiannya jika terjadi pelanggaran lisensi atas hak cipta program komputer?

 

C.  Tinjauan Pustaka

Dalam ketentuan Pasal 38A UU No. 12 Th. 1997, disebutkan bahwa  Pemegang Hak Cipta berhak memberi lisensi kepada pihak lain berdasarkan surat perjanjian lisensi untuk melaksanakan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.

Adapun perbuatan yang dimaksud dalam Pasal 2 UU No. 12 Th. 1997 ini meliputi hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 2 ayat (1) UU No. 12 Th. 1997) dan bagi pencipta dan atau penerima hak cipta atas karya film dan program komputer memiliki hak untuk memberi izin atau melarang orang lain yang tanpa persetujuannya menyewakan ciptaan tersebut untuk kepentingan komersial (Pasal 2 ayat (2) UU No. 12 Th. 1997).

Dari perumusan Pasal 38A UU No. 12 Th. 1997 di atas dapat diketahui bahwa pengalihan hak cipta melalui lisensi memberikan hak kepada orang lain untuk berbuat yang sama dengan pemegang hak cipta sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2 UU No. 12 Th. 1997 di atas.

Dalam pelaksanaannya hal yang paling penting dalam lisensi adalah menentukan isi perjanjian lisensi. Karena bunyi ketentuan yang disepakati akan sangat menentukan bagi pemegang hak cipta dan pemegang lisensi. Untuk melindungi  pemegang hak cipta dari isi perjanjian lisensi yang merugikan, maka setiap perjanjian lisensi wajib didaftarkan pada Kantor Hak Cipta (Pasal 38C ayat (3) UU No. 12 Th. 1997).

Yang perlu digarisbawahi bahwa adanya lisensi tidak menghilangkan hak pemegang hak cipta untuk melaksanakan sendiri ciptaannya. Hal ini dipertegas dalam Pasal 38B UU No 12 Th. 1997 yang mengatakan :

Kecuali jika diperjanjikan lain, maka Pemegang Hak Cipta tetap boleh melaksanakaan sendiri atau memberi lisensi kepada pihak ketiga lainnya untuk melaksanakan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.

Dari perumusan Pasal 38B diketahui bahwa pemegang hak cipta dan pemegang lisensi dapat bersama-sama melaksanakan suatu ciptaan. Bahkan dalam hal pemegang hak cipta memberi lisensi kepada pihak yang lain lagi untuk berapa kalipun (tidak dibatasi) tidak ada yang dapat melarang, kecuali ada perjanjian khusus antara pemegang hak cipta dan pemegang lisensi yang pertama.

Keterangan: Bagi yang berminat untuk memiliki versi lengkap judul diatas dalam format Msword hubungi ke nomor:

Hp/Wa. 0812 2701 6999 atau 0817 273 509. Skripsi Rp300rb, Tesis Rp500rb. Layanan ini bersifat sebagai referensi dan bahan pembelajaran. Kami tidak mendukung plagiatisme. Jika belum jelas, jangan ragu telepon kami :)

Dalam prakteknya lisensi dilaksanakan berdasarkan perjanjian yang menjadi landasan hukum bagi pihak pemegang lisensi untuk melaksanakan perbuatan seperti yang dimaksud Pasal 2 di atas. Mengenai isi perjanjian harus dibuat berdasarkan kesepakatan para pihak dan harus memenuhi  syarat-syarat perjanjian yang terdapat dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Syarat-syarat tersebut adalah :

1.        Adanya kata sepakat;

2.        Adanya kecakapan para pihak;

3.        Adanya suatu hal tertentu;

4.        Adanya causa yang halal.

Kata sepakat yang dimaksudkan adalah kesepakatan antara pihak pemegang hak cipta dan pihak pemegang lisensi mengenai ketentuan-ketentuan perjanjian lisensi, misalnya mengenai besar royalty, cara pembayaran royalty, lama lisensi, dan lain-lain.

Kecakapan para pihak maksudnya baik pemegang hak cipta maupun pemegang lisensi cakap untuk melakukan perbuatan hukum, sehingga kedua pihak itu dapat mempertanggungjawabkan ketentuan perjanjian dan akan melaksanakannya sesuai yang diperjanjikan.

Untuk syarat adanya hal tertentu, di dalam perjanjian lisensi hal tertentu ini adalah adanya hak hak cipta yang dijadikan sebagai objek perjanjian lisensi.

Terakhir, mengenai causa yang halal. Di dalam perjanjian lisensi, causa yang halal adalah lisensi itu sendiri. Lisensi bukan hal yang dilarang, sepanjang ini perjanjian lisensi itu sendiri tidak mengandung unsur-unsur yang merugikan para pihak dan tidak bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Adanya ketentuan bahwa setiap perjanjian lisensi wajib didaftarkan pada Kantor Hak Cipta ditetapkan untuk menangkal praktek lisensi yang mengandung persyaratan yang tidak adil dan tidak wajar.[5] Perjanjian lisensi dilarang memuat ketentuan yang langsung atau tidak langsung dapat menimbulkan akibat yang merugikan perekonomian Indonesia (Pasal 38C ayat (1) UU No. 12 Th. 1997). Persyaratan yang tidak adil dan tidak wajar misalnya pemegang lisensi meminta syarat bahwa pemegang hak cipta tidak boleh melaksanakan sendiri ciptaannya setelah memberi lisensi kepada pemegang lisensi, sehingga hal ini akan merugikan pemegang hak cipta pada khususnya dan perekonomian bangsa Indonesia pada umumnya. Contoh lain misalnya pemberian royalty yang tidak sesuai kepada pemegang hak cipta atas lisensi yang diberikannya kepada pemegang lisensi. Seperti diketahui bahwa untuk mendapatkan lisensi maka pemegang lisensi harus memberi sejumlah imbalan yang disebut royalty. Royalty ini dapat dikatakan sebagai balas jasa pemegang lisensi karena telah diizinkan pemegang hak cipta untuk ikut menikmati manfaat ekonomi atas penemuannya.[6]

Semua ketentuan lisensi yang telah diuraikan di atas berlaku pula bagi lisensi di bidang program komputer.

 

D.  Tujuan Penelitian

1.   Untuk mengetahui pelaksanaan perjanjian lisensi program komputer menurut UU No. 12 Th. 1997.

2.   Untuk mengetahui upaya hukum dan  penyelesaiannya jika terjadi pelanggaran lisensi atas hak cipta program komputer.

 

E.   Metode Penelitian

1.   Sumber Data

a.   Data primer

Diperoleh dengan cara mengadakan penelitian lapangan atau obyek penelitian.

b.   Data sekunder

Data sekunder adalah data  yang didapat dari literatur dan arsip yang dimiliki responden. Data  sekunder diperoleh dengan cara dokumentasi, yaitu mengambil data dari literatur-literatur dan arsip yang dimiliki responden.

2.   Daerah/lokasi penelitian

Penelitian dilakukan di Jakarta

3.   Responden

Dalam penelitian ini ada empat responden yang dihubungi, yaitu :

a.   Kasubdit. Hukum dan Dokumentasi Hak Cipta Direktorat Jenderal Hak Atas Kekayaan Intelektual (Dirjend. HAKI).

b.   Kasi. Litigasi Hak Cipta Dirjend. HAKI.

c.   Dua pemegang hak cipta program komputer.

d.   Dua pemegang lisensi program komputer.

4.   Alat pengumpulan data

a.   Wawancara

Yaitu  cara  memperoleh  data  dengan  mengajukan   beberapa

pertanyaan secara lisan kepada responden.

b.  Kuesioner

Yaitu cara memperoleh data dengan memberikan daftar pertanyaan secara tertulis kepada responden.

 



 

                [1]Eko Nugroho, Pengenalan Komputer, Penerbit Andi Offset, Yogyakarta, 1993, hal. 5.

 

                [2]Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah, Hak Milik Intelektual (Sejarah, Teori dan Prakteknya di Indonesia), PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993, hal. 45.

 

                [3]C.S.T. Kansil, Hak Milik Intelektual, Paten, Merek Perusahaan, Merek Perniagaan, Hak Cipta, cetakan pertama, Bumi Aksara, Jakata, 1990, hal. 7.

 

                [4] Ibid., hal. 50.

 

            [5]Yayasan Klinik HAKI, Kompilasi Undang-undang Hak Cipta, Paten dan Merek dan Terjemahan Konvensi-konvensi di Bidang Hak Atas Kekayaan Intelektual, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999, hal. 27.

 

 

            [6] Ibid.

    Baca selengkapnya »

===================================================
Ingin memiliki Skripsi/Tesis versi lengkapnya? Hubungi Kami.
===================================================

Judul terkait:

Keyword:

pangsa pasar (159), perjanjian lisensi (28), sengketa administrasi (11)

Layanan Referensi & Konsultan Skripsi Tesis & Disertasi   No.HP/WA.0812 2701 6999  / 0817 273 509