TUDUHAN AMERIKA SERIKAT TERHADAP KETERLIBATAN ABU BAKAR BA’ASYIR DALAM JARINGAN TERORISME INTERNASIONAL
Jul 27th, 2008 by admin5
BAB I
PENDAHULUAN
A. Alasan Pemilihan Judul
Tragedi Bali 12 Oktober 2002 merupakan tragedi terbesar setelah pengeboman atas gedung World Trade Center (WTC) dan Pentagon. Tercatat 182 orang tewas dan 132 orang luka-luka akibat ledakan tersebut.
Pasca tragedi Bali banyak pertanyaan yang muncul, antara lain : Siapa sebenarnya pengebom di Bali? Mengapa Abu Bakar Ba’asyir yang dituduh Amerika melakukan pengeboman tersebut? Dua pertanyaan itu membutuhkan jawaban sesegera mungkin.
Abu Bakar Ba’asyir yang dituduh Amerika berada di balik peristiwa pengeboman Bali adalah seorang juru dakwah. Sebagai seorang juru dakwah, kegiatan utama yang dilakukan oleh Abu Bakar Ba’asyir adalah memberikan dakwah kepada umat Islam. Selain itu Ba’asyir juga mengajar di Pesantren yang didirikannya di Ngruki Solo bersama-sama dengan Ustad Abdullah Sungkar (almarhum) pada tahun 1974.
Dalam semua dakwah yang dilakukannya, Ba’asyir menyerukan untuk melawan kebathilan, terutama kebathilan yang bersifat ingin menghancurkan Islam. Akan tetapi Ba’asyir tidak pernah memberikan seruan kepada para pendengar dan pengikutnya untuk berbuat rusuh, mereka harus menegakkan kedamaian di dalam lingkungannya. Bahkan dalam dakwah-dakwah jihad yang dilakukan Ba’asyir, Ba’asyir selalu berpesan hendaknya jihad (dalam pengertian perang fisik) jangan dipraktekkan di sembarang tempat yang tidak ada medan jihad atau medan peperangan di dalamnya, seperti di Malaysia atau Singapura. Adapun di Filiphina ada tempatnya yaitu di Moro (Mindanao) atau di Afghanistan, Bosnia, Chechnya, Palestina, dan sebagainya. Kalau di Indonesia sekarang ini seperti di Ambon dan Poso. Karena di tempat-tempat itu kaum muslim diserang kaum kafir, sehingga wajib hukumnya bagi kaum muslimin membela diri. Hal ini telah digariskan oleh Allah swt dalam firman-Nya : “Telah diijinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesunguhnya Allah benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu”. (QS. Al-Hajj : 22,39).
Pasca peristiwa 11 September 2001 yaitu runtuhnya menara kembar AS WTC dan Pentagon, nama Abu Bakar Ba’asyir dikaitkan dengan jaringan Al-Qaeda pimpinan Osama bin Laden. Nama Abu Bakar Ba’asyir pun sangat populer karena semua media massa baik cetak maupun elektronik memberitakan mengenai dirinya yang diduga sebagai otak peristiwa tersebut. Abu Bakar Ba’asyir mendapat tuduhan sebagai pimpinan teroris Asia Tenggara dan diduga terlibat dalam rentetan aksi teorisme termasuk merencanakan pembunuhan terhadap Presiden Megawati. Semua ini besumber dari keterangan yang diberikan oleh Umar Al-Farouq.
Menghadapi tuduhan yang diberikan kepadanya itu Ba’asyir menolak dikatakan telah menjadi pemimpin teroris tingkat Asia Tenggara dalam jaringan Osama bin Laden. Dalam buku karangan Al-Anshari, Ba’asyir mengatakan :
“Sebenarnya kalau saya bisa menjadi anggota Al-Qaeda pimpinan Usamah bin Laden, saya sangat bersyukur karena visi dan misi yang diperjuangkan oleh Usamah, yaitu menegakkan syariat Islam di tingkat lembaga negara. Syariat Islam tidak hanya dilaksanakan di unit-unit kecil, seperti pribadi atau keluarga saja, tetapi juga mengatur seluruh manajemen kenegaraan. Bagi saya, negara adalah sumber segala-galanya; bisa menjadi sumber kebaikan, bisa juga menjadi sumber kekacauan. Kalau di tingkat unit-unit pribadi atau keluarga misalnya bisa menerapkan syariat, tetapi kalau negara melarangnya, maka yang terjadi adalah penghancuran aspirasi rakyat tersebut melalui peraturan-peraturan yang bertentangan dengan syariah, misalnya pelarangan jilbab, lokalisasi pelacuran, perjudian, dan lain-lain. Di sinilah mengapa, saya memfokuskan perjuangan dakwah ini untuk mengajak umat Islam di seluruh lapisan masyarakat menerapkan syariat Islam, khususnya di lembaga negara. Sebelum semuanya terlambat dan krisis multidimensional terbukti kian memprihatinkan, maka jalan satu-satunya, menurut saya, untuk menyelamatkan bangsa ini dari kehancurannya adalah dengan memberlakukan syariat Islam.[1]
Tuduhan teroris yang ditujukan terhadap Abu Bakar Ba’asyir oleh Amerika Serikat terlalu mengada-ada karena tuduhan tersebut hanya didasarkan pada keterangan Umar Al-Farouq karena dalam setiap dakwahnya dan kegiatannya, Ba’asyir tidak pernah menyarankan cara-cara kekerasan apalagi terorisme. Namun politik selalu memerlukan tumbal. Tidak penting apakah tumbal tersebut benar atau tidak. Politik juga memerlukan “musuh”. Ba’asyir adalah tokoh yang empuk untuk dijadikan tumbal dan musuh politik oleh suatu kepentingan politik. Hal ini dikarenakan Ba’asyir memilih jalan yang berbeda dengan kebanyakan tokoh muslim yang lain. Banyak tokoh muslim memilih pendekatan “rahmatan lil alamin” dengan mengembangkan majelis zikir, qalbun salim, atau jalan ekonomi dan pemberdayaan umat. Ba’asyir lebih memilih pendekatan clear-cut teologis-normatif, “muslim” versus ”kafir”, “syariah” versus “hukum manusia”.
Ibarat kereta api, Ba’asyir adalah lokomotif gerbong “garis tegas” tersebut. Maka, dialah yang akan dijadikan kambing hitam, tak peduli siapapun yang mengebom Bali. Dialah yang akan distempel sebagai “teroris”, sedangkan para teroris yang sebenarnya akan terus bebas berkeliaran merancang teror berikutnya. Ba’asyir lalu dijerat dengan pengakuan Umar Al-Farouq yang mengatakan bahwa Ba’asyir adalah pemimpin jaringan Al-Qaeda pimpinan Osama bin Laden di wilayah Asia Tenggara.
“Fitnah lebih keji daripada pembunuhan”. Kata-kata Nabi Muhammad, SAW tersebut kini membentang di depan semua muslim yang ada di Indonesia. Ba’asyir akan menjadi korban pertama dari fitnah itu, disusul nama-nama lain.
Berdasarkan alasan di atas penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian, sehingga “Tuduhan Amerika Serikat Terhadap Keterlibatan Abu Bakar Ba’asyir dalam Jaringan terorisme Internasional”, penulis pilih sebagai judul.
B. Latar Belakang Penulisan
Amerika Serikat merupakan sebuah negara “adi kuasa” yang tergolong senang mencampuri urusan negara lain. Dikatakan demikian karena Amerika dengan kekuasaannya yang sangat besar itu sering mencampuri urusan dalam negeri bangsa-bangsa lain di dunia. Adapun alasan yang digunakan Amerika dalam intervensinya tersebut adalah “demi perdamaian dunia”. Hal ini dalam kaitannya dengan pelaksanaan politik luar negeri Amerika Serikat pasca perang dingin yaitu “ingin menjadi satu-satunya negara sentral yang mengatur dunia”.[2] Selain itu di bidang keagamaan, politik luar negeri Amerika adalah “Islam Politik”,[3] yaitu adanya upaya-upaya untuk meruntuhkan peradaban Islam yang dilakukan dengan berbagai cara, antara lain menghancurkan pusat kebudayaan Islam, seperti negara Irak.
Keterangan: Bagi yang berminat untuk memiliki versi lengkap judul diatas dalam format Msword hubungi ke nomor: HP. 0819 0405 1059/ 0812 2701 6999 atau Telp.0274-9553376. Skripsi Rp300rb, Tesis Rp500rb. Layanan ini bersifat sebagai referensi dan bahan pembelajaran. Kami tidak mendukung plagiatisme. Jika belum jelas, jangan ragu telepon kami :) |
Banyak negara yang telah membuktikan keikutcampuran Amerika dalam berbagai urusan, baik perdagangan, militer, apalagi urusan politik. Sering kali campur tangan yang dilakukan Amerika tersebut dilakukan bukan karena demi menegakkan perdamaian dunia, melainkan karena adanya kepentingan negara Amerika Serikat di dalam negara yang bersangkutan. Sebagai contoh, keinginan Amerika Serikat dan sekutunya untuk menyerang Irak pada tahun 2003 ini ditengarai sebagai upaya Amerika untuk menghancurkan pusat peradaban Islam sekaligus menguasai kilang-kilang minyak Irak yang nilainya trilyunan dolar Amerika.[4]
Karena sifatnya yang senang mencampuri urusan negara lain dan kecenderungannya untuk menghancurkan Islam, banyak negara yang tidak menyukai Amerika, khususnya negara-negara Islam, akan tetapi karena ketidakberdayaan menghadapi sang negara adi kuasa, maka negara tersebut hanya bisa menerima dominasi Amerika tersebut tanpa dapat melakukan perlawanan. Akan tetapi tidak adanya perlawanan secara langsung bukan berarti bahwa negara-negara yang terkena kepentingan Amerika tersebut benar-benar “diam” tanpa perlawanan. Menurut Noam Chomsky, ketakutan dan ketidakberdayaan itulah yang justru menjadi kekuatan mereka untuk menjadi teroris yang melancarkan serangan mendadak ke sejumlah tempat di Amerika.[5] Hal ini diketahui dari sejumlah teroris yang tertangkap setelah melakukan aksinya, antara lain pengakuan Ramzy Ahmad Yousef, yang merupakan pemimpin kelompok teroris yang melakukan pengeboman gedung WTC untuk pertama kalinya pada tahun 1993.[6] Dalam aksinya Ramzy menggunakan bom seberat hampir setengah ton yang dimuat dalam sebuah kendaraan minibus di ruang parkir lantai bawah tanah. Aksi itu hanya meninggalkan sebuah kubangan raksasa tanpa merobohkan gedung tinggi tersebut. Tercatat 6 orang tewas dan 1.000 orang harus dilarikan ke rumah sakit.[7]
Dalam pengakuannya kepada tim pemeriksa, Ramzy mengatakan bahwa pemboman tersebut dilakukan sebagai usaha balas dendam karena frustrasi melihat tingkah laku politik luar negeri Amerika Serikat di Timur Tengah yang memihak Israel.[8]
Serangan teroris kedua terhadap gedung WTC dan merupakan serangan teroris terbesar sepanjang sejarah Amerika terjadi dengan dibomnya menara WTC untuk yang kedua kalinya pada tanggal 11 September 2001. Menurut Rudolph Giuliani, Walikota New York, setidaknya tercatat 6.574 orang menjadi korban. 241 tewas dan 6.353 masih dalam pencarian dan kemungkinan besar juga tewas. Perkiraan kerugian sementara akibat hancurnya gedung WTC saja berkisar antara US $ 10 milyar hingga sekitar US $ 70 milyar.[9]
Serangan teroris terhadap gedung WTC itu memberikan pukulan yang sangat besar kepada Amerika Serikat. Sebagai sebuah negara adi kuasa yang disegani, Amerika merasa kecolongan dan merasa marah luar biasa. Rasa marah tersebut ditujukan kepada kelompok Islam garis keras pimpinan Osama bin Laden yang ditengarai sebagai perencana dan pelaksana serangan tersebut. Padahal dalam penyelidikan yang telah dilakukan belum ada bukti-bukti yang kuat tentang keterlibatan Osama dalam serangan 11 September tersebut. Akan tetapi Amerika Serikat telah yakin bahwa peristiwa tersebut adalah hasil serangan jaringan Al-Qaeda pimpinan Osama bin Laden.
Agar peristiwa terorisme yang besar seperti tragedi WTC tidak terjadi lagi, maka Amerika Serikat melancarkan politik luar negerinya pasca tragedi WTC, yaitu “menumpas terorisme di seluruh dunia dengan Amerika Serikat sebagai ketuanya”.
Belum lagi keadaan dunia tenang pasca tragedi WTC, muncul pula tragedi bom Bali, yang terjadi pada sabtu malam, 12 Oktober 2002. Pada saat itu dua bom meledak, satu di Cafe Sari Club, Legian, Kuta dan satu lagi di Renon. Tercatat 182 orang tewas dan 132 orang luka-luka akibat ledakan di Kuta. Dari hasil penyelidikan sementara disimpulkan bahwa peristiwa peledakan bom di Cafe Sari dan Paddy’s Club serta Renon bukanlah kecelakaan semata-mata tetapi merupakan kecelakaan yang sengaja dibuat, direncanakan secara matang dan dilakukan dengan tingkat kerahasiaan perencanaan yang sangat tinggi. Peledakan tersebut ditujukan untuk menteror masyarakat, atau dengan kata lain merupakan tindakan terorisme.
Tragedi 12 Oktober 2002 merupakan tragedi terbesar setelah serangan atas gedung World Trade Center (WTC) dan Pentagon. Tragedi tersebut sekaligus membuat Indonesia dituduh sebagai sarang teroris. Padahal sebelumnya Indonesia termasuk salah satu negara yang gencar melakukan pidato ke dunia internasional, bahwa Indonesia bersih dari kegiatan terorisme.
Adanya tragedi Bali tentu saja tidak akan lepas dari campur tangan Amerika Serikat. Dengan strategi politik “kambing hitam” Amerika Serikat telah menuduh kelompok Islam garis keras Indonesia sebagai pelaku peledakan tersebut. Tidak cukup sampai disitu, Amerika dengan berani menudingkan jarinya kepada Abu Bakar Ba’asyir sebagai tokoh perencana peledakan tersebut.
Adapun yang melatarbelakangi tuduhan Amerika Serikat tersebut adalah karena selama ini Abu Bakar Ba’asyir gencar melakukan ceramah agama yang menyerukan kepada jihad, dan Amerika Serikat menganggap bahwa adanya serangan bom Bali merupakan akibat dari seruan jihad yang dilakukan Abu Bakar Ba’asyir. Padahal dalam seruan untuk melakukan jihad tersebut, yang dimaksud Ba’asyir adalah jihad di tempat-tempat yang ada medan jihadnya seperti Ambon dan Poso, dimana nyata-nyata terjadi pembunuhan yang dilakukan kepada penduduk muslim yang tak berdosa oleh golongan orang-orang nonmuslim. Dengan kata lain, tuduhan Amerika Serikat kepada Abu Bakar Ba’asyir sebenarnya tidak ada dasarnya, karena hanya menuduh tanpa melihat kenyataan yang sebenarnya.
Dalam tuduhannya, Amerika Serikat menuduh Abu Bakar Ba’asyir sebagai otak bom Bali dalam kapasitasnya sebagai pemimpin organisasi Al-Qaeda di wilayah Asia Tenggara, walaupun belum ada bukti-bukti yang signifikan mengenai hal tersebut. Selain itu Amerika juga menuduh Ba’asyir terlibat dalam serentetan aksi terorisme di Indonesia termasuk merencanakan pembunuhan terhadap Presiden Megawati.
Tuduhan terhadap Ba’asyir telah membuat banyak pihak ingin membuktikan sampai dimana kebenaran tuduhan tersebut, demikian juga penulis. Oleh karena itulah berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk mengumpulkan berbagai data yang berkaitan dengan tuduhan teroris terhadap Abu Bakar Ba’asyir dan menuliskan hasilnya dalam skripsi berjudul “Tuduhan Amerika Serikat Terhadap Keterlibatan Abu Bakar Ba’asyir dalam Jaringan Terorisme Internasional”.
C. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dirumuskan masalah sebagai berikut: Mengapa Amerika Serikat menuduh Abu Bakar Ba’asyir terlibat dalam jaringan terorisme internasional?
D. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan ini selain untuk memenuhi syarat dalam rangka memperoleh gelar sarjana pada Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, adalah :
- Untuk mengetahui alasan yang menyebabkan Abu Bakar Ba’asyir dituduh terlibat dalam jaringan terorisme internasional.
- Untuk mengetahui mengenai kronologis perjalanan dakwah Abu Bakar Ba’asyir.
- Untuk mengetahui persepsi Amerika Serikat terhadap Abu Bakar Ba’asyir.
[1] Fauzan Al-Anshari, Saya Teroris? (Sebuah “Pleidoi”), Republika, Jakarta, 2002, hal. 43.
[2] Godfrey Jansen, Middle East International, 11 Oktober 1985, mengutip Los Angeles Time (LAT), 3 Oktober.
[3] Detik.Com., Terorisme dan Politik Kambing Hitam, Selasa, 24 September 2002.
[4] SKH Kedaulatan Rakyat, Tahun LVIII No. 132, Kamis 13 Februari 2003, hal. 20.
[5] Noam Chomsky, Maling Teriak Maling : Amerika Sang Teroris?, Diterjemahkan Oleh Hamid Basyaib, Mizan Pustaka, Bandung, 2001, hal. 2.
[6] Hot Copy, Osama bin Laden, Teroris atau Mujahid?, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2001, hal. 67.
[7] Ibid.
[8] Ibid.
[9] Ibid., hal. 63.
- Baca selengkapnya »
===================================================
Ingin memiliki Skripsi/Tesis versi lengkapnya? Hubungi Kami.
===================================================