STUDI EFISIENSI PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN PROPINSI JAWA BARAT DITINJAU DARI PDRB MENURUT LAPANGAN USAHA
Jul 5th, 2008 by admin4
A. Latar Belakang Masalah
Sejak diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 mengenai Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 25 Tahun 1999 mengenai Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, maka seluruh kewenangan Pemerintah Pusat diserahkan kepada Daerah, termasuk pembiayaannya, kecuali beberapa kewenangan yang tetap diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat.
Salah satu indikator ekonomi makro yang biasanya digunakan untuk mengevaluasi hasil-hasil pembangunan di suatu daerah dalam lingkup kabupaten/propinsi adalah Produk Domestik Regional Bruto atau PDRB menurut lapangan usaha (Industrial Origin).
Guna memenuhi kebutuhan tersebut, di Propinsi Jawa Barat telah dihitung PDRB Propinsi Jawa Barat menurut Lapangan Usaha secara berkala yang dilaksanakan oleh Badan Pusat statistik (BPS) Propinsi Jawa Barat bekerjasama dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Propinsi Jawa Barat dan dinas/instansi/lembaga pemerintah daerah lainnya sebagai sumber data.
Adapun PDRB Propinsi Jawa Barat menurut lapangan usaha dapat dilihat dalam tabel berikut :
Tabel 1
PDRB Propinsi Jawa Barat Atas Dasar Harga Berlaku, Menurut Lapangan Usaha (Rupiah)
Penghitungan PDRB dapat dilakukan atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga konstan. Penghitungan PDRB atas dasar harga berlaku berarti memperhitungkan harga yang berlaku saat ini, sedangkan penghitungan PDRB atas dasar harga konstan berarti memperhitungkan PDRB atas dasar harga yang dianggap sebagai patokan/standar. Dalam hal ini harga konstan yang dipergunakan adalah harga pada tahun 1993. Tahun 1993 dijadikan sebagai standar karena pada tahun tersebut ekonomi relatif stabil.
PDRB merupakan output dari proses pembangunan. Untuk mendapatkan PDRB dibutuhkan biaya-biaya yang tidak sedikit. Berikut biaya pembangunan lapangan usaha yang didapatkan dari BPS Propinsi Jawa Barat.
Tabel 2
Biaya-biaya Pembangunan Lapangan Usaha Propinsi Jawa Barat
Atas Dasar Harga Berlaku (Rupiah)
Sumber : BPS Propinsi Jawa Barat
Berkaitan dengan uraian di atas, menarik untuk meneliti tentang efisiensi pembiayaan pembangunan propinsi Jawa Barat ditinjau dari PDRB atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
- Bagaimana efisiensi pembiayaan pembangunan Propinsi Jawa Barat ditinjau dari PDRD atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha?
- Bagaimana usaha yang dapat ditempuh untuk mengatasi inefisiensi dalam pembiayaan pembangunan Propinsi Jawa Barat?
C. Landasan Teori dan Metode Analisis
1. Pengertian Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Untuk menjaga keseragaman konsep, definisi dan metode yang dipakai di seluruh Indonesia, Badan Pusat Statistik secara langsung maupun tidak langsung memberikan bimbingan teknis dan pengarahan yang diperlukan. Karena secara teori PDRB tidak dapat dipisahkan dari Produk Domestik Bruto (PDB) baik dari konsep, definisi, metodologi, cakupan dan sumber datanya. Hal ini untuk menjaga kelayakan dan konsistensi hasil penghitungan PDRB antar kabupaten/kota dengan propinsi maupun antar propinsi dengan nasional. Untuk mempermudah malakukan studi perbandingan dan analisa-analisa lainnya, maka tahun dasar yang dipakai di tingkat nasional telah pula diterapkan secara serentak oleh seluruh propinsi dan kabupaten/kota.
PDRB merupakan jumlah nilai tambah atau jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu daerah dalam satu tahun. PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada tahun tersebut, sedang PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada tahun tertentu sebagai dasar. PDRB atas dasar harga berlaku digunakan untuk melihat pergeseran dan struktur ekonomi, sedang PDRB atas dasar harga konstan digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun.
Untuk menghitung PDRB ada tiga pendekatan yang digunakan, yaitu :
a. Jika ditinjau dari sisi produksi disebut Produk Regional, merupakan jumlah nilai tambah (produk) yang dihasilkan oleh unit-unit produksi yang dimiliki penduduk suatu daerah dalam jangka waktu tertentu.
b. Jika ditinjau dari sisi pendapatan disebut Pendapatan Regional, merupakan jumlah pendapatan (balas jasa) yang diterima oleh faktor-faktor produksi berupa upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan, dan pajak tak langsung neto yang dimiliki penduduk suatu daerah dalam jangka waktu tertentu.
c. Jika ditinjau dari segi pengeluaran disebut Pengeluaran Regional, merupakan jumlah pengeluaran konsumsi atau komponen permintaan akhir yang dilakukan oleh rumah tangga, lembaga swasta nirlaba, pemerintah, pembentukan modal tetap domestik bruto, perubahan stok dan ekspor neto suatu daerah dalam jangka waktu tertentu.
2. Metode Penghitungan PDRB Atas Dasar Harga Berlaku
Metode penghitungan PDRB dibagi menjadi dua, yaitu metode penghitungan PDRB atas dasar harga berlaku dan metode penghitungan PDRB atas dasar harga konstan. Kedua metode tersebut dapat digunakan secara langsung dengan menghitung seluruh produk barang dan jasa yang dihasilkan di suatu daerah. Namun dalam praktek juga diterapkan cara alokasi (tak langsung) yaitu dengan mengalokir pendapatan nasional menjadi pendapatan regional dengan menggunakan beberapa indikator produksi yang cocok digunakan sebagai alokator. Cara ini diterapkan untuk sektor-sektor tertentu seperti angkutan penerbangan/pelayaran, pertambangan dan segala bentuk cabang usaha yang mempunyai kantor pusat di lain daerah.
Metode penghitungan PDRB atas dasar harga berlaku dapat dihitung melalui (3) tiga pendekatan, yaitu : pendekatan produksi, pendekatan pendapatan dan pendekatan pengeluaran.
a. Pendekatan Produksi
Pendekatan produksi digunakan untuk menghitung nilai tambah barang dan jasa yang diproduksi oleh segala kegiatan ekonomi dengan cara mengurangkan biaya antara dari masing-masing total produksi bruto tiap-tiap sektor atau subsektor. Pendekatan ini banyak digunakan pada perkiraan nilai tambah dari kegiatan-kegiatan produksi yang berbentuk barang, seperti pertanian, pertambangan, industri, dan sebagainya. Nilai tambah merupakan nilai yang ditambahkan kepada barang dan jasa yang dipakai oleh unit produksi dalam proses produksi sebagai input antara. Nilai yang ditambahkan ini sama dengan balas jasa atas ikut sertanya faktor produksi dalam proses produksi.
Dalam metode ini produksi akan dikalikan dengan harga, hasil perkaliannya disebut output yang akan dikurangi perkalian antara rasio biaya antara dengan output itu sendiri. Hasil pengurangannya disebut Nilai Tambah Bruto (NTB). NTB akan dikurang dengan hasil perkalian antara rasio penyusutan dengan output, hasilnya disebut Nilai Tambah Neto (NTN).
b. Pendekatan Pendapatan
Dalam pendekatan pendapatan maka nilai tambah dari setiap kegiatan ekonomi diperkirakan dengan jalan menjumlahkan semua balas jasa faktor produksi yaitu upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan dan pajak tidak langsung neto. Penjumlahan semua komponen ini disebut NTB. Untuk tidak mencari untung, surplus usaha tidak diperhitungkan. Yang dimaksud surplus usaha di sini adalah bunga neto, sewa tanah dan keuntungan.
Metode pendekatan ini banyak dipakai pada sektor yang produksinya berupa jasa seperti pada subsektor pemerintahan umum. Hal ini disebabkan tidak tersedianya atau kurang lengkapnya data mengenai nilai produksi dan biaya antara (Production Account).
c. Pendekatan Pengeluaran
Pendekatan dari segi pengeluaran bertitik tolak pada penggunaan akhir dari barang dan jasa. Metode ini khusus untuk menghitung NTB sektor pembangunan.
3. Metode Analisis
Analisis dilakukan dengan metode DEA dengan bantuan program komputer linear programming. Tujuan dari DEA adalah untuk mengukur efisiensi masing-masing lapangan usaha yang ada di Propinsi Jawa Barat. Di mana lapangan usaha yang memiliki skor DEA sama dengan satu (DEA=1) adalah yang efisien sedangkan yang kurang dari satu (DEA<1) dikatakan kurang efisien atau tingkat efisiensi yang rendah.
Untuk pengukuran efisiensi biaya pembangunan menurut lapangan usaha, DEA merupakan transportasi program linier dengan asumsi yaitu keluaran constant return to scale akan menunjukkan bahwa efisiensi terbaik lapangan usaha memiliki angka rasio 1 atau 100 persen. Lapangan usaha dengan efisiensi 100 persen hanya terjadi apabila tidak ada unit lain atau kombinasi lapangan usaha yang menggunakan input sama akan menghasilkan output minimal sama dengan jumlah output yang diterima lapangan usaha yang berkinerja 100 % (Makhfatih, 1997: 6-7).
Programasi linier yang digunakan adalah :
Keterangan: Bagi yang berminat untuk memiliki versi lengkap judul diatas dalam format Msword hubungi ke nomor: HP. 0819 0405 1059/ 0812 2701 6999/ 0888 9119 100 atau Telp.0274-9553376. Skripsi Rp300rb, Tesis Rp500rb. Layanan ini bersifat sebagai referensi dan bahan pembelajaran. Kami tidak mendukung plagiatisme. Jika belum jelas, jangan ragu telepon kami :) |
s
Maksimumkan Zk = S Urk. Ylk
r = 1
dengan kendala,
s m
(pkj) S Urk.Yrj – S Vik.Xij £ 0 ; j=1 …n
r=1 i=1
m
(qk) S Vik.Xik = 1
i= 1
Urk 0 ; r=1,….,s
Vik 0 ; i=1,….,m
Keterangan :
Zk : Nilai yang dioptimalkan untuk
indikator efisiensi relatif dari
lapangan usaha k
Lapangan usaha k : Lapangan usaha yang diuji
Lapangan usaha j : Lapangan usaha lain yang
diperbandingkan
n : Jumlah lapangan usaha yang
dianalisis
m : Jumlah input yang digunakan
s : Jumlah output yang dihasilkan
Xij : Jumlah input i yang digunakan
lapangan usaha j
Yrj : Jumlah output r yang dihasilkan
lapangan usaha j
Urk : Bobot tertimbang dari output r yang
dihasilkan Lapangan usaha k
Vik : Bobot tertimbang dari input i yang
digunakan Lapangan usaha k
Xik : Jumlah input i yang digunakan
lapangan usaha k
Yrk : Jumlah output r yang dihasilkan
lapangan usaha k
D. Analisis Data
Dalam penelitian ini data input dan output yang dipergunakan dapat dilihat dalam tabel berikut :
Tabel 3
Variabel Input dan Output Penghitungan Efisiensi Biaya Pembangunan Propinsi Jawa Barat Ditinjau Dari PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha
Sumber : Data diolah
Dari hasil pengolahan data yang dilakukan diketahui bahwa pembiayaan pembangunan lapangan usaha yang dilakukan oleh Pemerintah Propinsi Jawa Barat telah efisien. Hal ini dapat diketahui dari perhitungan efisiensi menggunakan DEA, objective function yang dihadilkan sama dengan 1 (satu) dan tidak ada multipliers angka pengganda yang dihasilkan. Itu artinya biaya yang digunakan Pemerintah Propinsi Jawa Barat untuk membiayai pembangunan lapangan usaha di Propinsi Jawa Barat, benar-benar telah efektif dan efisien.
Karena tidak ada inefisiensi, maka tidak perlu dilakukan perubahan apapun terhadap kebijakan pembiayaan lapangan usaha oleh Pemda Propinsi Jawa Barat. Pihak Pemda dapat melanjutkan kebijakan yang telah ditempuh pada masa yang akan datang.
E. Kesimpulan
Dari analisis data yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
- Pembiayaan lapangan usaha yang dilakukan pihak Pemerintah Daerah Propinsi Jawa Barat telah efisien. Hal ini dapat diketahui dari hasil perhitungan menggunakan DEA, dimana dihasilkan tingkat efisiensi = 1, yang artinya efisiensi pembiayaan lapangan usaha yang dilakukan Pemda Propinsi Jawa Barat telah optimal.
- Karena pembiayaan lapangan usaha yang dilakukan Pemda Propinsi Jawa Barat telah optimal, maka tidak perlu ada langkah-langkah perbaikan efisiensi dalam pembiayaan lapangan usaha dimasa-masa yang akan datang.
F. Saran
Karena pembiayaan lapanan usaha yang dilakukan Pemda Prpinsi Jawa Barat telah optimal, maka disarankan kepada pihak Pemda untuk tetap mempertahankan efisiensi yang telah dicapai tersebut, sehingga dimasa-masa yang akan datang, efisiensi yang akan dicapai tetap optimal.
- Baca selengkapnya »
===================================================
Ingin memiliki Skripsi/Tesis versi lengkapnya? Hubungi Kami.
===================================================